Oleh :
Ustadz H.M. Effendy Asmawi
buat sahabat & teman sejawat
yang berjuang dalam
menegakkan
kebanaran dan keadilan
dalam setiap lini kehidupan
watashaubil haq watashaubis shabr
good luck for you
SELAMAT
MENUNAIKAN IBADAH RAMADHAN
Renungan
Ya Salam,,, uang Rp 20.000-an
kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid,
tetapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket.
Ya Salam,,, 45 menit terasa terlalu lama untuk
berdzikir, tetapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan sepakbola.
Ya Salam,,, betapa lamanya 2 jam berada
di masjid, tetapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati
pemutaran film di bioskop.
Ya Salam,,, susah merangkai kata untuk dipanjatkan
saat berdoa atau shalat, tetapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu
teman.
Ya Salam,,, betapa serunya perpanjangan waktu di
pertandingan bola favorit kita, tetapi betapa bosannya bila imam shalat
tarawieh bulan Ramadhan kelamaan bacaannya.
Ya Salam,,, susah banget baca al-Qur’an satu juz
saja, tetapi novel best seller 1000 halamanpun habis dilalap.
Ya Salam,,, orang-orang pada berebut paling
depan untuk nonton bola atau konser, tetapi berebut cari shaf paling belakang
bila jum’atan agar bisa cepat keluar.
Ya Salam,,, kita perlu undangan pengajian 3 –
4 minggu sebelumnya agar bisa disiapkan di agenda kita, tetapi untuk
acara lain jadual kita gampang diubah seketika.
Ya Salam,,, susahnya orang mengajak partisipasi
untuk dakwah, tetapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gosip.
Ya Salam,,, kita begitu percaya pada apa yang
dikatakan koran, tetapi kita sering mempertanyakan apa yang dikatakan
Qur’an.
Ya Salam,,, semua orang penginnya masuk syurga
tanpa harus beriman, berpikir, berbicara ataupun melakukan apa-apa.
Ya Salam,,, kita bisa ngirim ribuan jokes lewat
email, tetapi bila ngirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berpikir
dua kali.
Ya Salam,,, orang sekarang bangga berbuat dosa,
tapi segan untuk bertobat.
Ya Salam,,, orang berebut ngumpulin harta, tapi
enggan membayar zakatnya.
Ya Salam,,, orang sekarang bangga dengan alat serba
digital dan komputerisasi, tapi lupa pada yang menciptakan diri.
Ya Salam,,, orang menghalalkan semua cara demi
prestise dunia, tapi lupa kehidupan akhirat yang menunggunya.
Ya Salam,,, orang berlomba membangun istana dengan
segala kemewahannya, tapi lupa dengan istana kuburannya.
Ya Salam,,, emang dunia sudah akhir zaman
!!!!
Mari kita perbanyak istighfar dan selalu mandi
dengan air taubat agar kita selamat, amin.
RAMADHAN
be a good
personality
memberikan gambaran dan bonus
yang mesti kita kejar, lewat
LAILATUL QADR
subhanallah
…
puasaku
hanya Engkau yang tahu
bahkan
akupun tak begitu tahu
apakah aku sedang berpuasa
atau sekadar lapar dan dahaga
…
aku
cuma ingin belajar
mengikhlaskan seluruh perbuatanku
hanya untuk-Mu
…
meskipun
kalimat itu terasa lucu
karena
Engkau memang tak butuh sesuatu
...
(dikutip dari buku Untuk Apa Berpuasa)
Scientific Fasting by : Agus Mustofa
DARI PENULIS
Alhamdulillah, tulisan ini dapat diselesaikan
sebagai rasa suka-cita menyambut kedatangan bulan suci RAMADHAN sekaligus
sebagai evaluasi terhadap langkah dinamis kita dalam menyusuri makna dan
hakikat puasa kita masing-masing.
Tulisan ini merupakan himpunan penulis yang telah
dipublikasikan pada Harian Sijori Mandiri dan Pos Metro Batam dan beberapa
tulisan lainnya sebagai rasa ta’dzim menyongsong kedatangan Ramadhan.
Berpuasalah kamu niscaya SEHAT, menggelitik kita
untuk mencoba mencari makna dan merupakan isyarat IMANIYAH dan ILMIYAH
kita dalam mencari ”the power of puasa” kita masing-masing.
Tulisan ini amat sederhana, tapi mudah-mudahan
dapat memberikan motivasi kepada kita untuk rajin melaksanakan amaliah dan
silabus Ramadhan demi perbaikan kehidupan.
Semoga bermanfaat, amin.
Batam, Juli 2007
Rajab 1428
Penulis,
h.m.e. asmawi
DAFTAR ISI
halaman
Al-Ihda
Renungan
Kata Pengantar
- Ahlan Bika Ya Ramadhan
- AHLAN BIKA YA RAMADHAN
...” telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan, maka
ucapkanlah selamat datang kepadanya. Telah datang bulan Puasa, membawa segala
keberkahan, maka alangkah mulianya bulan ini ”... (HR. Thabrani).
Marhaban ya Ramadhan !
Ramadhan, suatu bulan kesembilan
hitungan bulan qamariah, mempunyai nilai tersendiri bagi umat Islam sebab bulan
ini bulan yang dirindukan karena berbagai fadhilat dan hikmat di dalamnya
mengandung insentif 1.000 bulan dibanding bulan yang lainnya.
Kerinduan ini tentu mempunyai
nilai tersendiri bagi mereka yang benar-benar memiliki keimanan dan ketakwaan
kepada Allah swt, sebagai sangu untuk menghadap ke hadirat-Nya.
Betapa nilai kehidupan kita amat
singkat dan sedikit bekal dalam mempersiapkan diri bagi mereka yang sadar akan
nilai entitas kemanusiaannya. Tapi sebaliknya, bagi mereka yang tidak mengenal
dan mempersiapkan diri, kedatangan Ramadhan sebagai musibah, mengekang segala
aktivitas angkara murka nafsu.
Oleh sebab itu kita dapat melihat
bagi mereka yang dengan senang hati kedatangan Ramadhan selalu tekun
melaksanakan amaliah Ramadhan dan mengikuti petunjuk yang terkandung di
dalamnya.
Rasul saw mengingatkan kepada
kita ; ...”sesungguhnya telah datang
kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah memerintahkan kepadamu
untuk berpuasa. Dan di bulan ini, pintu syurga dibuka, pintu neraka dipatri dan
para setan dibelenggu. Juga terdapat di dalamnya suatu malam (lailatul qadr)
malam yang lebih baik dari 1.000 bulan”...
(HR.Ahmad, Baihaqy dan Nasai’i).
Ramadhan adalah bulan yang hari-hari
pertamanya adalah rahmat dari Allah kepada kaum muslimin, pertengahannya adalah
pengampunan dosa dan hari-hari terakhirnya adalah pembebasan kaum
muslimin dari siksa api neraka.
Untuk itu marilah segera bermohon
agar dikasihi Allah, segera bertobat agar diampuni segala dosa kita selama ini
dan dibebaskan dari segala siksa dunia dan neraka-Nya nanti yang amat pedih.
Ramadhan adalah bulan untuk
saling tolong-menolong, pada bulan ini kita sangat dianjurkan untuk mengulurkan
tangan kepada golongan yang mengalami krisis ekonomi, mereka yang fakir-miskin,
yatim –piatu, ibnu sabil dan orang-orang yang mengalami kesusahan.
Pada bulan suci ini sikap
kepedulian sosial kita diuji serta disadarkan bahwa di dalam harta kita
terdapat hak bagi golongan ekonomi lemah (QS. Adz-Dzariyat : 19). Nabi saw
bersabda ; ...”Tidaklah beriman orang
yang tidur nyenyak dan kenyang di malam hari sementara tetangganya kelaparan,
padahal ia mengetahui hal itu ” ...
Ramadhan dikatakan pula sebagai
bulan kesabaran (syahrus shabri). Dalam berpuasa pada bulan Ramadhan kaum
muslimin berlatih bersabar menahan penderitaan dengan tidak menikmati sebagian
perkara yang diperbolehkan. Rasul saw menyebutkan ganjaran sabar adalah syurga.
Al-Qur’an menegaskan ; ...”sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”...
(QS.Az-Zumar : 10).
Kita urai satu persatu di
dalam al-Qur’an dan al-Hadits, teramat banyak keistimewaan yang bisa kita
perolah dari bulan yang suci ini. Minimal beberapa keistimewaan tersebut di
atas cukup penting untuk kita jadikan petunjuk untuk merenungi segala lorong
kehidupan yang selama ini telah kita lakukan.
Sungguh sangat disayangkan, jika
bulan yang berkah keutamaannya terlewatkan begitu saja, sementara berbagai
goncangan terus berlanjut. Selamat datang Ramadhan, kami selalu merindukanmu !
AHLAN BIKA YA RAMADHAN.
- Puasa Sebagai Terapi Stres !
...”berpuasalah kamu, niscaya sehat”...
(al-Hadits)
Masyarakat Islam dewasa ini di
seluruh dunia sedang melaksanakan ibadah Ramadhan.. Ramadhan dengan ibadah
puasanya mempunyaii fadhilat/keutamaan yang mengandung nilaii terhadap dilema
dan problematika kehidupan.
Hidup adalah rangkaian peristiwa
dan setiap peristiwa dapat menimbulkan dilema yang kadang-kadang dapat
memberikan imbas dalam meniti kondisi nuansa kehidupan ini.
Puasa dengan aplikasinya
memberikan tuntutan agar kita selalu bersyukur, melatih jiwa, menahan nafsu,
bersabar sehingga tidak menimbulkan ketegangan mental yang sekarang pupoler
dengan sebutan stress.
Maka upaya puasa dalam mengatasi
problema tersebut dapat kita rasakan tatkala kita berpuasa diantaranya ialah;
- Puasa di tandai dengan niat yang ikhlas, sebagai ungkapan manusia beriman sekaligus berpengetahuan, karena tanpa itu semua tidak akan bernilai di sisi Allah SWT.
Nabi saw bersabda ; ” fa-innallaha layaqbalu minal a’ mali illa ma
khalash”
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak menerima semua amal, kecuali yang di
landasi dengan keikhlasan.
- Puasa dengan menahan makan & minum serta membatalkan puasa, memberikan gambaran sifat ketabahan yang penuh syukur dalam menghadapi problema kehidupan. Nabi saw bersabda : As-shiyamu nishfus shabr. Artinya : Puasa itu adalah sebagian dari kesabaran.
Dari dua faktor tersebut di atas,
gambaran fadhilat puasa terhadap tekanan/stress yang ditimbulkan oleh
ketegangan mental adalah suatu ”trauma” seseorang yang ditandaii biasanya
selalu bersifat ;
-tergesa –gesa
- tamak
- egois
- tidak bisa menahan gejolak
nafsu emosionall dan lain – lain sifat-sifat tercela lainnya.
Maka dengan berpuasa, kita
mencoba melatih pribadi dalam bersikap dan bertindak.
Akibatnya penyakit stress dengan
segala dimensinya akan menggerogoti jiwa seseorang
atau timbulnya tekanan – tekanan
baik secara pisiologis yakni problema yang di timbulkan oleh kegiatan kehidupan
maupun psikologis yaitu problema yang disebabkan oleh kejiwaan juga psikomatis
(problem yang berhubungan pisiologii & psikologi ) hatta yang
bersifat agamis, yaitu perasaan bersalah dan berdosa yang berlebihan
akhirnya akan menimbulkan kelabilan jiwa bahkan trauma yang
berkepanjangan.
Maka dengan berpuasa, kita
dilatih untuk bersabar, bersyukur serta manahan gejolak nafsu yang sedang kita
latih, untuk menghadapii tekanan-tekanan baik pisiologis, psikologis dan,
psikomatis bahkan sampai nilai agamis kita latih dengan kesungguhan dan percaya
diri lewat amaliah puasa dalam setiap tantangan dan cabaran kehidupan. (wallahu a’lam)
3.Ramadhan Spritual Konseling Kehidupan
...’Kalau saja umatku mengetahui kandungan bulan ramadhan, tentu mereka
mengharap bulan itu berlangsung setahun penuh’... (Al-Hadist).
Bulan Ramadhan suatu bulan yang
penuh mubarak/keberkahan dan selalu di tunggu-tunggu kehadirannya sebagai ”syahrun
adzim” (bulan yang agung).
Umat Islam selalu menyambutnya
dengan penuh suka cita, Nabi saw memberikan motivasii dengan sabdanya ; ”Man fariha bi dukhuli ramadhan, harramallahu
jasadahu’alan-niran.
Barang siapa menyambut gembira
dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah akan menyelamatkan dirinya dari api
neraka ...
Bulan Ramadhan memang bulan yang
amat istimewa, dalam spritual konseling kehidupan kita. Dr. Yusuf al- Qaradhawi
dalam kitab fiqh as-syiyam, menyebut bulan ini sebagai madrasah mutanayyizah /
par excellent.
Setiap tahun Allah menjadikan
bulan ini bagii kaum Muslimin untuk mendidik dan meng-upgrade mereka menuju
kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti.
Untuk itu lanjut Qaradhawi, orang
yang masuk ke lembaga ini dan mempergunakan semua kesempatan yang ada dengan
melakukan ibadah puasa dan amaliah-amaliah lainnya, maka ia akan dinyatakan
lulus dalam menempuh ujian dan akan di wisuda dengan predikat ”rabih at-tijarah” (sangat menguntungkan)
karena tak ada keuntungan yang lebih besar di bandingkan dengan keuntungan
meraih kemampuan/maghfirah Allah swt dan pembebasan dari api neraka.
Sebagai sarana pendidikan, puasa
Ramadhan tentu saja mengandung berbagai keutamaan dan mempunyai pengaruh yang
amat besar bagii peningkatan iman dalam moralitas kita.
Yusuf Qaradhawi menyebut beberapa
diantaranya sebagai berikut:
- Puasa dapat meningkatkan kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti. Nabi saw bersabda ; Asshiyamu junnah (Puasa itu adalah prisai).
Maksudnya perisai dari perbuatan
dosa dan kemungkaran serta perisai darii jilatan api neraka di akhirat kelak.
- Puasa dapat meningkatkan rasa syukur kepada Allah. Ini menurut kelazimannya, manusia tidak menyadari suatu nikmat, kecuali bila nikmat itu telah berlalu darinya.
Kita tidak dapat merasakan nikmat
kenyang dan puas, kecuali kita sedang lapar dan haus. Itu sebabnya ketika Nabi
saw ditawari oleh kekayaan yang amat besar (bukti emas), beliau menolaknya
seraya berkata, jangan, biarlah aku kenyang sehari dan lapar pada hari yang
lain.
Ketika lapar, aku akan selalu
tunduk dan menginggat-Mu dan ketika kenyang aku akan memuji dan penuh syukur
terhadap-Mu.
- Puasa dapat meningkatkan kepekaan sosial. Ini karena orang yang berpuasa harus menahan diri dari haus dan lapar, meski ia orang yang kaya.
Kenyataan ini akan mengingatkan
seseorang pada derita dan kepedihan yang setiap saat menimpa saudara-saudaranya.
Itu sebabnya Rasul saw juga menyebut bulan ramadhan ini dengan ” syahrul muwasah” / bulan kesetiakawanan
sosial.
Begitu banyaknya hikmah yang
merupakan spritual konseling puasa di bulan Ramadhan, sehingga Rasul saw lewat
sanad Ibnu Abbas, mengatakan ; ...” lau
ya’lamun-nasu ma fi hadzas syahri minal khairati, latamannau an yakuna
ramadhanu as-sanata kullaha ”... artinya ; kalau saja manusia mengetahui
apa yang di kandung/hikmat yang terdapat pada bulan Ramadhan ini, maka
mereka akan menginginkan Ramadhan itu sepanjang tahun.
(walllahu a’alam).
- Puasa Dirindukan Syurga
”... Seandainya umatku tahu keutamaan dan keagungan bulan Ramadhan, niscaya
mereka mengharapkan agar selama setahun penuh menjadi bulan Ramadhan.
Di bulan ini kebaikan dan ketaatan semua terkumpul, dosa-dosa di ampuni dan
syurga merindukan mereka”...
(demikian sabda Rasulullah saw)
Syurga adalah puncak kenikmatan
dan harapan setiap muslim dalam kehidupan akhirat nanti.
Begitu
indahnya syurga, karena jiwa dan pikiran manusia sulit menggambarkannya. Syurga
sering dideskripsikan sebagai ” sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata,
terdengar oleh telinga, terpikirkan oleh otak dan terkecap oleh indra perasa
manusia”.
Namun tentu saja, mengingat
syurga itu berada di luar nalar manusia, ciri-ciri tersebut lebih merupakan
sekadar perbandingan dan dorongan. Tujuannya agar setiap muslim berlomba-lomba
untuk meraihnya.
Dalam Al-Qur’an (QS. 3 : 15)
Allah menegaskan, ” untuk orang-orang yang bertakwa kepada Allah, di sisi Tuhan
mereka ada syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”
Dalam ayat lain dikatakan: ” dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi” (QS.3 : 133)
”Perumpamaan syurga di janjikan
kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman)” (QS.14 : 23).
Banyak jalan untuk menggapai
syurga. Beberapa diantaranya seperti tercantum dalam
sabda Rasul Muhammad saw. ” Syurga itu merindukan empat golongan, yakni : orang
yang senang membaca al- Qur’an, orang yang menjaga lisan / mengekang lidahnya,
orang yang gemar memberi mereka yang lapar dan orang yang berpuasa.”
Ketiga hal pertama dalam
hadits di atas terangkum pada orang yang berpuasa, (Ramadhan). Pertama, saat
puasa dan selama bulan Ramadhan, kita dianjurkan agar memperbanyak membaca
al-Qur’an, baik tadarrus, membaca dan menyimak terjemahannya, membaca tafsir,
maupun mengupas (syarah) ayat-ayat al-Qur’an, baik dengan para Guru/Ustadz kita
serta membaca buku-buku pengetahuan, khususnya keagamaan dan lain sebagainya.
Kedua, saat puasa kita di
haruskan menjaga lidah (hafidzillisan) dari berkata-kata dusta, kotor,
mengumpat maupun erotis yang dapat mengundang nafsu birahi. Meski tidak
membatalkan ibadah puasa, tapi setidaknya hal-hal tersebut dapat menghilangkan
pahala puasa. Orang yang tidak mengendalikan lidahnya saat berpuasa adalah
termasuk orang yang merugi.
Seperti ditegaskan Nabi saw, ” Puasa mereka itu tidak lebih hanya sekedar
menahan lapar dan haus saja”.
Ketiga, selama puasa, kita
dianjurkan memperbanyak sedekah kepada mereka yang tidak punya (dhuafa), mulai
dari yang dekat (tetangga dan sanak kerabat).
”Orang yang memberi makan orang
yang berpuasa” janji Nabi saw, ” akan
memperoleh pahala seperti orang berpuasa tersebut tanpa mengurangi nilai pahala
orang yang tersebut”
Ringkasnya, kalau kita menekuni
salah satu dari tiga hal tersebut di atas saja syurga sudah merindukan kita,
apatah lagi kalau keempat hal tersebut kita laksanakan dengan baik.
Dan Ramadhan adalah pesantrennya
untuk itu, kita tarbiyah diri kita, kita up grade pribadi sehingga menjadi
pribadi takwa yang di rindukan syurga. Semoga !
(wallahu a’lam).
- Ramadhan Bulan Reformasi Iman
...” REFORMASI (perbaharuilah) imanmu dengan (melaksanakan)
lailaha-illallah.”...
(Al-Hadist).
Hadits reformasi ini sangat
popular di kalangan para Ulama, sehingga memunculkan satu ” postulat” dari Iman
al- Ghazali yang mengatakan bahwa, iman seorang itu sangat fluktuatif yakni
terkadang naik, terkadang turun.
Naiknya iman seseorang tampak
dari amal salehnya yang banyak dan jika iman seseorang turun, maka amal thaleh/
salah yang lebih banyak.
Apalagi dalam suasana Ramadhan
ini, terasa semua itu bertarung, antara iman dan nafsu, antara puasa dan
berbuka, antra nikmat dan sengsara atau yang terakhir antara syurga dan neraka.
Berintegritas semua itu dalam
gelora, menghimpit di dada, kadang terasa napas sesak dibuatnya.
Dalam Hadits tersebut di atas ada
kata ” jaddidu” yang berarti reformasilah /perbaharuilah. Ini berarti
setiap muslim harus selalu mereformasi / memperbaharui iman dengan melaksanakan
konsekuensinya adalah seperti yang di firmankan Allah dalam surah at-Taubah
ayat 111:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta
mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan
Allah”...
Menurut ayat ini, bahwa setiap
mukmin berarti telah melakukan ”aqad jual – beli” dengan Allah. Yakni telah
menyerahkan semua harta dan jiwa untuk di tukar dengan syurga.
Lalu salah satu konsekuensinya
adalah mereka yang berperang di jalan Allah. Kata ” perang” dalam khasanah
Islam mempunyai banyak nuansa, seperti perang ideologi ( ghazwatul fikri),
perang pisik (ghazwatul badani), perang ekonomi (ghazwatul iqtishadi) dan
perang-perang lainnya.
Perang melawan kemiskinan tentu
tidak menggunakan bedil. Apalagi perang melawan ketidakadilan, bahkan Nabi saw
memberikan tiga alternatif ;
” Jika kamu melihat kemungkaran,
ubahlah dengan tangan (kekuatan), kalau kamu tidak sanggup, maka dengan lisan
(tulisan), kalau tidak kuasa juga maka dengan hati (doa), tapi yang terakhir
ini adalah selemah-lemahnya iman : ...
Jadi seseorang muslim karena
telah mengucapkan dua kalimat syahadat, agar kelak mendapatkan haknya.
Kewajiban tersebut ditunaikan
selama hidup di dunia ini tanpa henti. Hanya satu yang menghentikannya yakni
kematian. Oleh karena itu kapan dan dimanapun, seorang muslim harus terus
melakukan perbaikan/reformasi total tanpa melihat darimana atau melalui siapa
datangnya perbaikan tersebut.
Kita ingat perkataan Ali, ra yang
sangat terkenal ” unzdur ila ma-
qal-wa-la tanzdur ila man qal”
”Perhatikanlah apa yang di katakan, jangan melihat siapa yang
mengatakan”...
Suatu kebenaran, siapa pun
mengemukakannya, maka kita memang tidak perlu angkuh menolaknya dan takut
kehilangan wibawa, jika kita mau mengambilnya itu akan menolong dirii kita
sendiri.
Karena bila tidak, niscaya kita
akan terjerumus kejurang kenistaan. Dengan terus menerus melakukan perbaikan
akan membuat kualitas hidup setiap muslim makin hebat.
Sampai akhirnya mencapai kedudukan
(maqam) yang paling tinggi di sisi Allah, yakni muttaqin, itulah nilai
pembudayaan takwa yang ingin di capai Ramadhan dengan seperangkat silabus dan
muatan lokalnya agar setiap kita mampu menahan diri sebagai konsekuensi
iman kita kepada –Nya. Pada saat kehidupan sosial kita yang cukup
memperhatinkan, penuh dengan multi krisis keprihatinan sekarang ini,
bukan sekedar menahan lapar
dan dahaga atau latihan aspek dimensi jasmani tapi di samping itu juga melatih
aspek dimensi rohani yakni bersabar, berikhtiar, berdoa dan bertawakal
kepada-Nya, terhadap cabaran dan gejolak angkara nafsu, juga kepedulian kita
terhadap sesama, sebagai ”training centre” untuk membentuk suatu sistem nilai
dalam hidup dan kehidupan.
Oleh sebab itu Ramadhan, dengan
segala amaliahnya dapat mereformasi diri menuju perbaikan terhadap cita dan
kepribadian menuju muslim kaffah di seluruh sendi-sendi kehidupan kita.
Dengan demikian akan melahirkan
perbaikan/ perubahan iman yang sudah tentu, diperlukan setiap kita yang mengaku
beriman.
Semoga dengan melaksanakan ibadah
puasa dengan segala amaliyah Ramadhannya kita dapat memperbaharui dan
mereformasi iman kita untuk menjadi ” ibadurrahman”/hamba pilihan dalam
meningkatkan kualitas iman dan takwa kita dalam upaya menuju kebahagian dunia
dan akhirat dambaan kita semua.
Semoga ! (Wallahu a’lam).
- Puasa Kontrol Sosial
...” Puasa itu adalah perisai, jangan di rusak ibadah puasa kita dengan
dusta & umpatan” ...(al-Hadist).
Al-Qur’an juga menjelaskan betapa
pentingnya kontrol sosial dalam hidup dan kehidupan, karena kita sadar tanpa
kontrol sosial kehidupan akan berjalan labil dan menuju kepada kehidupan ’an
sich’ terhadap negativisme dan nilai-nilai distruktif lainnya.
Allah mengingatkan kita : ” hendaklah ada sekelompok umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah bertindak mungkar”
(QS.3 : 104).
Nilai yang amat terasa apabila
kita melaksanakan ibadah puasa, khususnya sosial kepribadian kita, demikian
juga dengan teman / qarib kita, kita berusaha untuk tampil sebaik mungkin dalam
menegakkan kebaikan dan menebarkan kebajikan.
Tapi di era sekarang, nilai-nilai
kontrol terasa lemah khususnya di kota-kota metropolitan, nilai ini berjalan
pelan atau bahkan sedikit sekali sebagai ganti kata ” tidak ada”.
Diriwayatkan, tatkala seorang
sahabat Nabi sedang berpuasa, kemudian orang itu mengajak berantam, maka Nabi
mengingatkan ” inni shaim” sungguh
aku berpuasa, ini berarti puasa sebagai kontrol dan remot bagi yang mengerti
dan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Silabus puasa mampu memberikan ’way of life” dalam memenuhi tuntutan
sekaligus tuntutan kehidupan dalam dimensi makro simpai kehidupan.
Maka kalau kita mampu menghayati
kandungan yang dibawa ibadah puasa, sungguh luar biasa dalam kontrol kepribadian
baik yang bersifat individual maupun kolektif makro sosial. Pernah dikisahkan
terjadi pada bulan Ramadhan, tatkala Umar bin Khatthab yang saat itu menjabat
sebagai kepala negara (khalifah) akan berpidato di hadapan para sahabatnya,
dengarlah dan patuhilah !
Tiba-tiba berkatalah salah
seorang sahabatnya, ”kami tidak akan mendengarkan apa yang engkau sampaikan
sebelum ada kejelasan tentang pakaian yang engkau pakai wahai khalifah”!
Umar pun mempersilakan orang
tersebut untuk mengungkapkan perkara yang dianggap salah olehnya. Sahabat itu segera menjelaskan bahwa semua orang yang ikut berperang di
bagi kain dengan ukuran yang sama. Tetapi, kain dengan ukuran tersebut tidak
memungkinkan di buat sebuah baju.
Dengan kondisi seperti itu,
mengapa Umar memakai baju baru tersebut dari jenis kain yang sama ? padahal
orang lain tidak memakainya ! Bila demikian, berarti umar melakukan
ketidakadilan dalam pembagian ghanimah(rampasan perang).
Setelah duduk perkara Umar hanya
mengatakan biarlah anakku Abdullah yang menjelaskan perkara ini.
Akhirnya Abdullah bin Umar
menjelaskan, bahwa kain Ayahnya juga tidak cukup untuk sebuah baju, maka
akhirnya ia merelakan kainnya juga untuk ayahnya.
Setelah gamblang, tidak ada
korupsi yang dilakukan Umar sahabat itu berkata ” Lanjutkan wahai Amirul
Mukminin, kami siap mendengar dan mematuhi”.
Kisah tersebut di atas memberikan
gambaran kehidupan dalam masyarakat, betapa pentingnya kontrol sosial itu dalam
kehidupan kita.
Dengan berpuasa nilai-nilai itu
akan kita dapat, kita petik sebagai buah takwa dalam melaksanakan amaliyah
puasa, antara lain sabar, ikhlas, tawakal, zuhud dan amat sederhana . Dapatkah semua itu kita laksanakan dan kita petik hasilnya ?
(Wallaahu a’alam).
- Ramadhan Bulan Otokritik
...” Ujian besar bagi keberanian seseorang di bumi ini ialah orang selalu
mengadakan otokritik dalam kehidupannya ” ...(al- Hukama).
Dalam suasana Ramadhan seperti
ini di tambah masih suasana krisis berbagai bidang dan kita ini sebagai Bandar
Dunia Madani, berbagai usaha yang kita tempuh, tapi masih juga terdapat
cabaran-cabaran yang cukup amat menggugah hati.
Melihat keadaan seperti ini,
selayaknya kita sebagai pribadi-pribadi anak wathan ini bertafakkur sejenak
mengadakan otokrotik, yakni suatu koreksi pribadi terhadap langkah dan
aktivitas yang sudah kita kerjakan serta pola pikir dan wawasan yang akan kita
lakukan untuk masa mendatang.
Dengan mengadakan otokritik ini,
khususnya di bulan yang penuh maghfirah ini diharapkan dapat menciptakan
suasana kondusif yang tenteram dan aman dalam menyikapi berbagai hal yang
berkembang di masyarakat.
Adapun dua bentuk otokritik yang
dipaparkan dalam al-Quranul karim ;
Pertama, pola otokritik yang
disampaikan oleh iblis, tatkala iblis diusir oleh Allah dari syurga, lantaran
kesombongannya tidak mau sujud kepada Adam, iblis lalu mengomel dan sakit hati
terhadap Adam dan keturunannya.
Sehingga berbagai hal dan cara
dilakukan iblis untuk mengeruhkan suasana diseluruh aspek dan dimensi
kehidupan, baik secara sembunyi-sembunyi, terang-terangan maupun terorganisir
serta kalau perlu menghalalkan segala cara (QS.7 :16-18).
Otokritik seperti ini memang
sangat ampuh untuk mengadu domba dalam kehidupan perorangan maupun masyarakat,
lebih-lebih mendekatnya suasana pemilihan wakil-wakil rakyat yang katanya
dipilih langsung? Tanpa iming-iming? Dan katanya lagi dengan bebasnya orang
membuat estimasi tentang kekuatan tanpa memperhitungkan suasana dan kondisi
yang sebenarnya.
Ada yang membentuk LSM dan
menggalang berbagai kekuatan, katanya sebagai refleksi dari kesosialannya, tapi
sebenarnya dibalik itu ada tendensi yang ingin dicapainya.
Kedua, pola otokritik yang
disampaikan oleh Nabi Adam as. Tatkala Adam dan istrinya Hawa, sama juga diusir
dari syurga lantaran melanggar larangan Allah, tapi Adam dan istrinya bukan
sakit hati apalagi ngedomel melainkan ia merasa malu dan segera memohon ampunan
dan maghfirah-Nya. (QS.7 : 23).
Nah, otokritik seperti itu sangat
diperlukan sekarang dalam rangka menyejukkan suasana yang kondusif, khususnya
suasana daerah kita yang cukup dilematik dengan berbagai problematika kehidupan
sebagai konstruktivitas dalam islah daerah menuju kehidupan bermasyarakat Batam
yang baru.
Untuk menciptakan hal-hal
demikian, khususnya kepada elit daerah ini, baik formal maupun informal harus mengadakan
otokritik terhadap dosa-dosa/langkah distruktif yang dilakukan
tempo dulu antara lain: Kebijakan
tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja, keuntungan tanpa moralitas, pengetahuan
tanpa budi luhur, ibadah tanpa pengorbanan.
Mudah-mudahan dengan otokritik
ini dapat merubah suasana yang lebih stabil dalam dinamika pembangunan daerah
ini berikutnya.
Dan hindarilah orokritik yang
menuju/mengkritik terhadap orang lain, apalagi memperkeruh suasana/ dengan
tindakan anarkis, membuat isu-isu, fitnah dengan berbagai multi metode
sebagaimana yang dilakukan iblis. Kesadaran pribadi terhadap kesalahan dan
cepat kembali ke pangkal jalan, khususnya di bulan Ramadhan ini menandakan iman
seseorang masih bersemi yang tentu dibenahi, disiram dan terus ditingkatkan dengan
aktualitas otokritik.
(wallahu a’alam).
- Ramadhan Perisai Kehidupan
...”PUASA itu perisai. Apabila salah seorang kamu berpuasa, janganlah ia
menuturkan kata-kata yang keji dan janganlah ia menghingar-bingarkan, jika ada
seseorang yang memarahinya atau memukulnya, hendaklah ia berkata : Saya sedang
berpuasa....”
(al-hadits).
Ramadhan dengan silabus utamanya
Puasa, merupakan perisai terhadap diri pribadi, dalam menjadikan diri kita
sebagai hamba Allah yang muttaqin.
Tidak disangkal lagi, perisai
pribadi itu tidak mudah kita wujudkan, tidak semudah membalikkan kedua telapak
tangan.
Untuk mewujudkannya diperlukan
keseimbangan antara sikap rohi dan perilaku jasadi, apabila keduanya kurang
serasi dan selaras, akan tercemar kadar kualitas puasa kita.
Kita ambil contoh larangan marah
pada bulan Ramadhan. Apakah berarti selama Ramadhan seorang ayah dilarang
memarahi anaknya yang malas shalat ? Juga apakah seorang pimpinan tidak menegur
stafnya yang melakukan kesalahan kedinasan ? Bahkan apakah polisi tidak boleh
menjatuhkan tilang kepada pengemudi yang terbukti melanggar disiplin berlalu
lintas, sehingga pelaksanaannya ditunda sesudah lebaran ?
Kesemuanya itu patut dicermati
dan untuk mengkajinya perlu menggunakan tolok ukur objektif dan proporsional.
Dan yang paling mendasar adalah apakah tindakan dimaksud (marah) dilandasi
dorongan positif atau sebaliknya. Bila dilandasi dorongan negatif, akan luntur
esensi pokok puasa yaitu pengendalian diri.
Namun di sisi lain, sungguh
terpuji bila di bulan penuh keberkahan ini masing-masing berupaya bertindak
disiplin, jujur dan ikhlas serta pandai membawa diri, dalam lingkup ”hablum minannas wahablum minallah”.
Selanjutnya Rasul saw menegaskan
: ”Puasa itu menjadi perisai seseorang,
selama ia tidak merusaknya dengan dusta dan ghibah (umpatan), HR.Thabrani.
Mengumpat, menggunjing atau
menyebut aib orang lain di belakang punggung dengan maksud menodainya, termasuk
unsur-unsur yang dapat dikategorikan sebagai ghibah.
Untuk itulah Rasul saw berwasiat
: ”jauhilah olehmu ghibah, karena ghibah
itu lebih jahat daripada zina.
Seseorang yang berzina jika ia bertobat akan diampuni Allah sedangkan
ghibah tidak akan diampuni oleh Allah kecuali setelah dimaafkan oleh orang yang
telah menggunjingkan keburukannya” (HR.Dailami).
Puasa Ramadhan merupakan perjalanan jasadi dan rohi seorang hamba menuju
keridhaan Tuhannya, untuk mencapai derajat kualitas tertinggi yaitu
muttaqien’.
(QS.al-Baqarah/2:183).
Perjalanan yang sarat dengan
nilai-nilai surgawi ini tidak ringan, sehingga kata Nabi saw ”banyak diantara kita yang berpuasa tapi
hasilnya hanya lapar dan dahaga semata” (HR.Ibnu Huzaimah).
Mengingat puasa Ramadhan
merupakan amanat antara Khaliq dan makhluk-Nya, mari kita menyemarakkannya
dengan ini supaya pengendalian nafsu dan penyucian diri.
Rasul saw bersabda : ”Puasa adalah rahasia yang tak dapat
diketahui kecuali oleh Allah semata, karena pahalanya amatlah agung. Semua amal
anak Adam (pahalanya) baginya, kecuali puasa. Puasa khusus untuk-Ku (kata
Allah) dan Aku-lah yang akan membalasnya.
Karena itu di bulan yang suci
ini, mari kita bersihkan daki-daki kehidupan dan membentenginya dengan
melaksanakan amaliah ibadah Ramadhan. Semoga ini menjadi perisai kehidupan,
amin.
(wallahu a’lam).
- Ramadhan Dalam Manajemen Ihsan
...”BARANG SIAPA berpuasa di Bulan Ramadhan dan mengetahui segala
batas-batasnya serta memelihara diri dari segala yang baik (manajemen ihsan)
diri daripadanya, niscaya puasanya itu menutupi dosanya yang telah lalu”...
(HR.Ahmad & Baihaqi).
Ramadhan dengan segala fadhilahnya
yang sarat dengan hikmah mengandung berbagai nuansa kelebihan sebagai kemurahan
yang Maha Rahman terhadap insan pilihan.
Dalam salah satu haditsnya, Imam
Mukhtari meriwayatkan saat Rasul saw mengutus Muaz bin Jabal dan Abu Musa
al-Asy’ari ke Yaman, beliau berpesan kepada keduanya untuk berlaku baik-baik
dan mempermudah setiap urusan kepada rakyat. Sabda beliau, ”permudahlah jangan dipersulit, berikan kabar gembira dan jangan
menakut-nakuti!”
Menyimak pesan dari Kepala Negara
Islam pertama di dunia ini, sungguh kita akan mendapatinya sebagai pesan
pertama bagi para
birokrat untuk mempermudah
berbagai urusan negara dan tidak membebani masyarakat.
Dalam bulan Ramadhan ini, selain
menjamin tegaknya ketakwaan, pemmpin dan para pejabat adalah pihak yang harus
melayani keperluan masyarakat dengan cara yang mudah.
Ibaratnya, mereka adalah
pengembala yang harus menjaga hewan ternak majikan mereka dari gangguan hujan
dan terik mentari serta terkaman serigala, sekaligus bertanggung jawab untuk
memberikan makanan sebaik-baiknya.
Seorang pemimpin adalah
pengembala dan dia adalah penanggung jawab atas apa yang digembalakannya.
Demikian sabda Nabi saw. Dalam sebuah negara, rakyatlah yang menjadi
”gembalaan” para pemimpin, sedangkan Allah swt adalah ”majikan” mereka. Maka
setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah swt.
Maka, janganlah melukai dan
merampas hak rakyat, mempersulit dan menakut-nakuti, itu sudah termasuk yang
diharamkan oleh Allah swt.
Demikian untuk melaksanakan pesan
Rasul saw tersebut, selain menjadikan takwa sebagai acuan kebijakan, ramadhan
dengan ibadah puasanya, memenej kita untuk berlaku ihsan pada setiap lini
kehidupan.
Rasul saw bersabda ;
”Sesungguhnya Allah menetapkan
kebaikan (ihsan) atas segala sesuatu, menurut Syiekh Abdul Qadim Zallum dalam
kitab Nizdamul Hukmi fil islam, kunci dalam setiap manajemen adalah ”ihsan” dan
itulah yang dibawa oleh Ramadhan untuk membimbing setiap insan pilihan
”al-muttaqien”. Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah manajemen
masuk ke dalam kategori ihsan ? Pertama, sederhana dalam aturan agar tercipta
kemudahan, sebaliknya aturan yang rumit hanya akan menimbulkan permasalahan.
Kedua, kecepatan dalam
pelaksanaan sehingga memudahkan orang yang membutuhkan, ketiga, ditangani oleh
orang yang profesional. Bila semua kriteria tersebut dipenuhi, insyah Allah,
setiap permasalahan yang terjadi di tengah-
tengah masyarakat akan dapat
diselesaikan dengan mudah, cepat dan tepat karena ditangani oleh orang-orang
yang profesional.
Ironisnya, tiga kriteria ini
justru yang tidak kita temui pada aturan birokrasi di negeri ini, malah
demikian rumit, berbelit-belit dan lamban melayani kebutuhan publik bahkan
menimbulkan peluang terjadinya penyimpangan kekuasaan dan kekayaan. Padahal di
sisi lain banyak kebutuhan dan hak-hak masyarakat yang tidak ditangani oleh
birokrat dengan baik.
Permasalahan ini yang hendak
dimenej Ramadhan dengan berulang kali memberikan fadhilat dan intensif yang
terkandung di dalamnya agar prinsip manajemen ihsan itu dapat dilaksanakan oleh
setiap insan. Semoga. (wallahu a’lam).
10. Ramadhan Tawadzun Kehidupan
...”YA ALLAH Tuhan Kami, berikanlah kami kebahagiaan di dunia dan
kebahagian di akhirat serta hindarkanlah kami dari api neraka”...
(QS.2 : 201).
Ramadhan datang setiap tahun
memberikan sapaan dengan seberkas silabus amaliah untuk penyeimbang (tawadzun)
kehidupan insan rutinitas amaliah kita kepada-Nya.
Hidup kita terasa indah karena
adanya keseimbangan atau dalam bahasa al-Qu’ran sering disebut ”azwaja”
(berpasang-pasangan).
Ada terang, ada gelap, ada
syurga, ada neraka, ada laki ada perempuan, ada iblis dan ada malaikat. Semua
ini merupakan sarana belajar yang tepat bagi kita sebagai makhluk yang
dikarunia akal.
Bukankah salah satu fungsi akal
adalah ”membaca”(iqra’).
Bukankah dengan keseimbangan ini
setiap makhluk di muka bumi ini dapat bertahan hidup, tak terkecuali manusia.
Allah berfirman; ”Sesungguhnya Kami menciptakan segala
sesuatu dengan ukuran/qadar” (QS. 54 : 49).
Ada keluhan diantara kita,
kedatangan Ramadhan seolah-olah menghambat ruang lingkup dan aktivitas
geraknya, padahal semestinya kita harus bersyukur, lantaran kita 11 bulan
diberikan kebebasan mengisi ”kampung tengah” kita dengan leluasa, maka sekarang
giliran ”rohi” kita mengisi ”kampung tengahnya” dengan menu puasa.
Tapi nilai-nilai seperti ini,
belum bisa menjadikan kita ”tawadzun”/seimbang dalam menyikapi kebutuhan
kehidupan kita.
Manusia memiliki struktur
keseimbangan antara pikiran dan perasaan. Kedua hal ini menjadikan kita sebagai
manusia begitu sempurna.
Namun tak jarang dalam tingkah
laku ada salah satu yang jadi lebih dominan.
Padahal hidup membutuhkan
keselarasan dan keseimbangan, antara kehidupan yang diisi dengan ibadah
”mahdhah” dan rutinitas keduniawian.
Demikian silabus yang dibawa
Ramadhan menjadikan pribadi kita, untuk tawadzun dalam menyikapi setiap dimensi
aktivitas kita dan itu memang dibutuhkan kita selama kita mengarungi kehidupan
ini.
Suatu ketika, tiga orang pria
bertanya kepada Aisyah, ra isteri Rasul saw tentang ibadah-ibadah yang
dilakukan oleh Rasul saw.
Setelah diberi penjelasan oleh
Aisyah, ketiga lelaki tersebut heran dan merasa diri mereka sedikit sekali
ibadahnya. Padahal Rasul saw telah diampuni dosanya yang terdahulu maupun yang
akan datang (ma’shum).
Lelaki pertama lalu berkata, saya
akan shalat terus-menerus dan tidak akan tidur. Lelaki yang keduapun
mengatakan, saya akan berpuasa terus-menerus dan tidak akan berbuka.
Sedangkan lelaki yang ketiga
berkata, saya akan beribadah terus-menerus dan tidak akan menikah.
Perkataan ketiga lelaki tersebut
terdengar oleh Rasul saw, beliau pun berkata; ...”kalian telah berkata begini,
begitu, ingatlah ! Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang dekat
kepada Allah, tapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan juga tidur
dan aku juga menikah.
Siapa yang membenci sunnahku, ia
bukan termasuk golonganku”... (HR.Bukhari).
Dalam menjalankan keseimbangan
ini mutlak diperlukan dan untuk menuju ke arah itu diperlukan suasana baru
dengan amaliah Ramadhan ( as-Shiyam ) setiap tahun mengunjungi kita,
menegur dan menyapa dengan belaian yang lembut sekaligus menginformasikan masa
depan yang hakiki.
Bagaimana sikap kita dalam
menerima itu semua ? (wallahu a’lam).
11. Ramadhan Ujian Kesabaran
...”Hal orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkan kesabaranmu itu
dan tetaplah siaga serta bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” ...
(QS. 3 : 200).
Ramadhan datang lagi, mengajak
kita untuk bersama – sama mencari nilai-nilai takwa, sebagai ujian, renungan
sekaligus cabaran terhadap kita yang mengaku beriman kepada-Nya.
Sindiran ayat tersebut di atas
melahirkan semangat baru dalam menghadapi berbagai krisis kehidupan, dalam
bahasa lain ” multi krisis dan ini pernah dialami oleh Rasul saw beserta para
sahabatnya yang pernah di dera teror orang-orang kafir Quraisy.
Maka untuk melatih semua itu,
Ramadhan memberikan kurikulum dengan muatan lokalnya yang spesifik yakni puasa
dengan kunci utamanya ” harus bersabar”.
Sabar itu sendiri mempunyai tiga
dimensi. Pertama, sabar menghadapi musibah. Pada hakikatnya manusia lebih-lebih
lagi mereka yang mengaku beriman kepada Allah pasti diuji yang salah satu ujian
itu adalah menentukan kadar dan kualitas keimanannya (QS.29 : 2).
Ujian tersebut ada kalanya berupa
kenikmatan, misalnya harta yang berlimpah, wajah cantik dan pangkat dan ada
kalanya ujian itu berupa musibah (QS. 21 : 35) misalnya ketakutan, kelaparan,
kekurangan pangan (peceklik), berkurang harta. Bagi orang yang sabar musibah
bukanlah akhir dari segalanya.
Ujian itu justru akan membuat ia
semakin tegar dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan yang semakin berat.
Orang yang sabar juga cenderung
tidak menyalahkan orang lain, apalagi melakukan tindakan destruktif yang justru
makin memperparah keadaan.
Sebaliknya justru merupakan media
untuk melakukan instropeksi diri, meneliti dan mengkaji berbagai kekurangan,
kelemahan dan kesalahan untuk selanjutnya melakukan perbaikan (reformasi).
Dimensi kedua, sabar dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Sikap orang dalam menyikapi
perintah Allah bermacam-macam. Ada yang menganggapnya sebagai ” kebutuhan”.
Taat kepada Allah bagi orang yang tertentu dianggap memberatkan akan tetapi
bagi orang lain justru menyenangkan. Untuk golongan terakhir ini, mereka menilai
pada hakikatnya setiap perintah Allah akan selalu berdampak positif bagi
dirinya, baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.
Misalnya shalat yang merupakan
media komunikasi antara seorang hamba dan Tuhannya akan mampu
mendatangkan keterangan dan ketentraman jiwa. (QS. 13 ; 28).
Padahal ketenangan dan
ketentraman jiwa merupakan kebutuhan setiap manusia. Dengan demikian, maka
shalat sesungguhnya merupakan kebutuhan manusia dan demikian juga puasa.
Ketiga, sabar dalam menjauhkan
diri dari perbuatan maksiat. Pelanggaran (maksiat) kepada Allah pada hakikatnya
adalah bentuk penganiayaan kepada diri sendiri, karena apa yang dilarang oleh
Allah pada hakikatnya adalah mendatangkan mudharat (bahaya) seperti
obat-obatan, korupsi dan sejenisnya.
Di saat keadaan seperti sekarang,
khususnya di bulan Ramadhan ini kesabaran untuk tidak melakukan maksiat adalah
suatu kemuliaan berharga. Kata orang bijak, ”Kepuasan sejati bukanlah menuruti
kehendak hawa nafsu tanpa batas, tapi kepuasan sejati adalah keberhasilan
menahan diri untuk tak mengikuti hawa nafsu”.
Inilah salah satu hikmah
kedatangan bulan Ramadhan ini, ayo mari kita berpuasa dengan baik dan benar
sesuai dengan aturan dan tuntutan al-Khaliqul ’Alam agar kita dapat menikmati
suatu kehidupan yang kita idam-idamkan, semoga !
(Wallahu a’alam).
12. Puasa Dalam Instropeksi Diri
”ADAKANLAH instropeksi diri, sebelum kamu diintropeksi oleh orang lain”....
.(Umar Ibnul Khatthab).
Begitu banyaknya hikmah puasa di
bulan Ramadhan, sehingga Rasul saw lewat cerita Ibnu Abbas, bersabda, ”kalau
saja umatku tahu kandungan bulan Ramadhan, tentu mereka akan mengharap bulan
itu berlangsung satu tahun penuh”.
Namun sayangnya, masih banyak
kesenjangan antara hikmah yang diketahui dan kenyataan yang kita lihat. Sebagai
misal, masih banyak terlihat orang berpuasa yang kesehatannya justru semakin
melemah.
Produktivitasnya menurun, etos
kerjanya rusak dan jiwa sosialnya semakin tidak peka.
Realitas itu sebenarnya tidak
terlalu mengejutkan. Sebab sejak awal Rasul saw telah mengingatkan ; ”Betapa
banyak orang yang berpuasa tapi tak mendapat sedikitpun hikmah dari puasanya
kecuali lapar dan haus. ”
Dan betapa banyak orang yang
shalat di malam hari tapi tak mendapat apapun kecuali hanya sekedar bangun
malam” (HR.ad-Darami).
Karena itu, kini sudah waktunya
kita melakukan instropeksi untuk mencari sebab kegagalan puasa kita. Kalau
ketika berpuasa, hati semakin mati, tak mampu melihat penderitaan
saudara-saudara kita, sehingga solidaritas menurun, barangkali karena puasa
kita tidak di dasarkan pada perenungan dasar yang optimistik (ihtisaban) terhadap janji Allah. Atau
mungkin kita berpuasa sekedar mengikuti tradisi. Kalau benar demikian, maka
kita tidak termasuk orang berpuasa atas dasar ”imanan”, penuh keyakinan dan kepercayaan
kepada Allah.
Atau kita berasumsi, bahwa puasa
kita akan sah hanya bila mampu menahan diri dari makan, minum dan hubungan
dengan suami/istri.
Padahal kita juga perlu menahan
diri untuk tidak berkata dan berbuat dusta. Rasul saw bersabda, ”siapa yang
tetap berkata dan berbuat dusta, maka Allah tak berkepentingan sama sekali
terhadap makan dan minum yang ditinggalkan”. (HR. Bukhari, Abu Daud &
Turmidzi).
Kalau lantaran puasa, kesehatan
kita semakin menurun, barangkali karena kita belum menahan diri dari cara makan
yang benar. Atau makanan dan minuman tidak termasuk ”thayyiban”. Baik halal
dalam cara memperolehnya maupun halal menurut jenisnya. (Ibnu Majah &
al-Hakim).
Kalau dengan puasa rohani tak
terasa, barangkali karena kita belum mengamalkan amalan-amalan yang sangat
dianjurkan dalam bulan Ramadhan, antara lain ibadah mahdhah shalat malam,
tadarus, istighfar, dzikir, baca shalawat dll.
Atau ibadah sosial, seperti
banyak membantu fakir miskin, suka berinfak dan bersedekah. Atau ibadah pengembangan
diri, suka bertadabbur, berpikir, belajar dan senang terhadap majelis taklim
dan lain sejenisnya.
Kalau kesemuanya sudah
dikerjakan, selanjutnya kita serahkan kepada Allah swt.
(wallahu a’alam).
13. Ramadhan Hindari Permusuhan
...”hai orang-orang yang beriman, hindarilah prasangka karena sebagian
prasangka itu dosa, janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan pula
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang
diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? pasti kamu akan
jijik, bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu maha penerima
taubat lagi maha penyayang”...(QS.44 _ 12).
Agenda sosial Ramadhan menuntut
segala kemampuan moral dan intelektual yang tinggi dalam kehidupan kita dewasa
ini adalah menyelenggarakan hubungan sosial yang harmonis dan terhindar dari
permusuhan. Apalagi dalam suasana Ramadhan ini, kita perlu membina dan menempa
iman kita dalam mewujudkan aplikasi takwa kita kepada-Nya.
Ada tiga yang perlu kita
perhatikan yaitu;
Pertama, su-udzdzan (buruk
sangkal) yaitu suatu sifat yang senang menghembuskan angin-angin prasangka
kepada orang lain dengan penilaian tertentu yang cenderung kepada
negatif/buruk.
Rasul saw mengingatkan ;
”hindarilah prasangka karena prasangka itu berita yang paling dusta”..
.(HR.Bukhari Muslim).
Dan bahkan dari pada itu akan
melahirkan sikap ananiyah (egoisme) yang berakibat bukan hanya untuk diri
sendiri tapi juga untuk khayalak dan merugikan semua atau dalam bahasa
lain ”kurang kerjaan”.
Maka kalau sudah demikian akan
melahirkan sikap yang kedua yaitu ”tajassus”
(mendiskreditkan orang lain).
Sifat ini tidak lagi
sekedar prasangka melainkan sifat mencari-cari cacat orang lain dan kelemahan
orang lain, mencoba membuka aib orang lain atau dalam bahasa lain membentang
benang merah tapi juga ikut mementalnya, hingga kusut tak tentu arah.
Apabila sudah demikian akan
melahirkan penyakit yang ketiga yaitu ”ghibah” (mengunjing).
Rasul saw menjelaskan tentang
”ghibah” itu sebagai penggunjingan yang membuat orang lain terganggu. (HR.
Muslim).
Jadi bentuk ghibah itu tidak
hanya prasangka (suudzdzan) atau mencari-cari kesalahan (tajassus) melainkan
telah membuka siaran baru dengan frekwensi gelombang hasut dengan kebencian,
sehingga Allah mengumpamakan tukang ”ghibah” itu seorang kanibalis yang memakan
daging saudaranya yang telah mati (QS. 49 : 12). Oleh sebab itu Ramadhan
datang, memberikan ”refreshing mental” terhadap sifat dan sikap negatif
yang membuahkan permusuhan, hindari sesuatu yang tidak baik apalagi dosa,
demikian sapaan Ramadhan kepada kita semua. Ia ingin menanamkan
nilai-nilai ”muakh-khah” / persaudaraan sebagai refleksi keimanan kita.
Ayo kita bangun paradigma baru kehidupan kita, dengan sungguh-sungguh
melaksanakan amaliah Ramadhan, hindari permusuhan dan persengketaan diantara
kita, dengan konsep Rasul saw ” INNI SHA-IM” (saya sedang puasa bung) !.
Dengan demikian insya Alah akan
tercipta rasa aman, kondusif dan menyenangkan diantara kita, semoga (wallahu a’lam).
14.Nuzulul Qur’an
Membuka Tabir Kehidupan
...” Sesungguhnya Allah akan selalu mengangkat derajat dan tingkat
kehidupan beberapa kaum yang berpegang teguh kepada al-Qur’an dan selalu
merendahkan kaum-kaum yang mengabaikan al-Qur’an” ...(HR.Muslim).
Ramadhan syahrun adzim, bulan
yang agung sebab al-Quran di turunkan pada bulan ini, menurut pendapat
sebahagian besar ahli, tepat pada tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan 6
Agustus 610 M.
Diturunkan al-Qur’an memberikan
gambaran, tuntutan, dan sekaligus tuntunan untuk dilaksanakan sebagai pedoman,
pembeda antara hak dan bathil (al-furqan) dalam mengarungi kehidupan ini.
Al-Qur’an merupakan kitab yang
tidak asing bagi kita, bahkan tidak asing bagi seluruh umat manusia.
Kalaupun belum dapat membaca
sendiri, tapi mendengar orang yang membaca ayat-ayat Al-Qur’an, insya Allah
sudah.
Walaupun belum benar memahami
artinya, tapi mendengar orang yang menafsirkannya, insya Allah sudah. Dan
bahkan mungkin sudah membaca arti dan tafsir melalui berbagai media yang pada
zaman modern ini, pendek kata tiada seorangpun diantara kita yang benar-benar
asing terhadap al-Qur’an.
Tapi pernahkah kita
memperhatikannya dengan sungguh segala yang tercantum dan tersebut dalam
al-Qur’an ? setidak-tidaknya merenungkan arti, posisi dan fungsi al-Quran bagi
hidup kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota dari keluarga umat
manusia?
Allah berfirman ; ...” apakah mereka memperhatiknan al-Qur’an
? apabila al-Qur’an itu tidak dari Tuhan, tentu mereka dapati banyak yang
bertentangan di dalamnya ...(QS. An-nisa : 82)
Gambaran masyarakat jahilliyah,
benar-benar cukup menyeramkan, menyesatkan dan menjadikan hutan rimba menjadi
tatanan yang merupakan ”law, game and way of life” mereka, hingga mereka
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Maka al-Qur’an diturunkan sebagai
petunjuk hidup, membuka tabir kehidupan dengan nuansa ”nur” yang komprehensif
mengadakan perbaikan-perbaikan dalam seluruh linii kehidupan manusia.
Sejarah mencatat
sekurang-kurangnya 7 abad lamanya kaum muslim dengan al-Qur’annya sebagai super
power. Dunia Islam dengan al-Qur’an pernah menjadi pusat sains dan peradaban
dunia.
Lalu bagaimana dengan sikap
mental serta komitmen mereka terhadap al-Qur’an demikian menjiwai setiap
derajat kehidupan mereka. Said Quthub dalam bukunya” memaparkan sikap mental
dan komitmen kaum muslim saat itu terhadap al-Qur’an, sehingga mereka demikian
gemilang memutar roda revolusi pada seluruh asfek kehidupan.
Said Quthub menjelaskan jadi
al-Qur’anlah satu-satunya pembuka tabir sumber tempat pengambilan mereka,
standart yang menjadi ukuran mereka dan tempat dasar mereka berpikir.
Sebab al-Qur’an kalau kita baca
terus menerus dan teratur serta mendalam artinya akan menjadi ;
- ”hudan”, petunjuk untuk meniti di kegelapan malam, pembersih debu di kalbu, penyejuk yang selalu memancarkan nilai arti kehidupan.
- ”al-furqan”, pembeda, antara nilai kebenaran dan kebathilan, pembeda mukmin dan kufur, pembeda antara yang berpengetahuan dan tidak, pembeda antara kamus kebiasaan dan kamus kehidupan. Itulah arti al-furqan yang tersirat penuh dalam al-qur’an.
Maka dengan nuzulul Qur’an yang
Allah turunkan di bulan Ramadhan, membuka tabir sebagai petunjuk mempertinggi
mutu hidup dan kehidupan dalam menyikapi tabir makna kehidupan hakiki di masa
yang akan datang, semoga. (wallahu a’lam).
15. Puasa dan Budaya Malu
” Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah sekehendakmu” .... (HR.Bukhari).
Orang yang berpuasa adalah mereka
yang mencoba untuk menggapai cita nilai ’takwa ”,
(al-muttaqien).
Puasa dengan berbagai fadhilatnya
menjadikan kita insan pilihan untuk itu kita perlu membudayakan malu, terhadap
nilai-nilai distruktif, mungkarat dan nilai-nilai negatif lainnya.
Jangan seperti yang disindirkan
Hadits tersebut di atas. Oleh sebab itu kita belajar dimulai dari keluarga
kecil kita.
Sebagai seorang ayah, malu
terhadap anak dan istri apabila ia berbuat yang tidak senonoh kepada
keluarganya. Seorang ibu, malu terhadap suami
dan istrinya, apabila semakin hari menjadi tua – tua keladi . Seorang anak,
malu terhadap ayah dan ibunya apabila ia tidak berbakti kepadanya.
Sebagai seorang pemimpin partai
politik akan malu terhadap publik apabila yang ia ucapkan tidak sesuai dengan
kenyataan. Seorang Publik akan malu terhadap partainya,
apabila yang ia lakukan arogan dan kebrutalan.
Sebagai seorang developer
seharusnya malu, apabila bangunan yang ia bangun tidak sesuai dengan
aqad-perjanjian. Para pemimpin Bank seharusnya malu, apabila tidak bisa
memberikan pelayanan (service) yang baik kepada nasabahnya.
Para remaja putri seharusnya malu
berpakaian mini dengan aurat yang terbuka, apalagi tante-tante ! sampai kepada
kepala daerah yang elit ini, seharusnya malu apabila masih bersemi benih KKN
dan tidak abdi masyarakat sebagaimana mestinya dan seterusnya, malu-malu
dan malu !.
Sifat malu yang disebutkan di
atas, merupakan dari iman yang digembleng secara komprehensif oleh Ramadhan
dengan silabus utamanya berpuasa diidentifikasikan sebagai salah satu
kekuatan moral yang membentengi manusia dari berbagai keburukan dan kejahatan.
Oleh sebab itu Allah mengancam
orang yang tidak mempunyai rasa malu dalam melakukan apa
saja yang ia kehendaki dengan
resiko ditanggung sendiri.
Ungkapan seperti ini di nyatakan
al-Qur’an dengan firmannya : ” Berbuatlah
apa yang engkau kehendaki, sesungguhnya Dia maha melihat dari apa yang kamu
kerjakan”...
(QS. 41 : 40).
Tingkat dan kualitas rasa malu
kepada Allah ini, menurut Ibnu Qayyim, amat bergantung pada tingkat-tingkat dan
kualitas pengetahuan (’ilm) dan pengenalan (ma’rifah) orang yang bersangkutan
kepada Allah itu sendiri. Bila seorang mengetahui dan menyadari bahwa Allah swt
selalu mengawasinya setiap saat (QS. 4 : 1), maka pastilah ia merasa malu
berbuat dosa dan durhaka kepada-Nya.
Dari penjelasan di atas dapat
kita pahami sifat malu itu merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
kualitas moral dan kualitas ibadah bagi seseorang. Berbagai perbuatan dosa dan
tindakan kejahatan yang semakin marak belakang ini, terjadi antara lain karena
hilangannya atau menipisnya rasa malu itu.
Sebagai seorang muslim, kita
harus berusaha menumbuhkan dan membudayakan rasa malu itu, sebab malu
itu, kata Nabi saw ’” tidak datang kepada seseorang kecuali membawa kebaikan
dan kemasalahatan baginya.” Untuk itu dalam menghadapi ”kesajadan” yang sangat
kompetitif ini, hanya ada pada diri kita sendiri, khususnya dalam
mengaktualisasikan budaya kerja dan budaya malu yang di ”up grade” lewat
terpaan puasa di bulan yang penuh berkah ini.
Oleh sebab itu mari kita bertanya
kepada diri kita masing-masing ; ” masih adakah rasa malu di hati kita ?
ataukah rasa malu telah terhimpit oleh hingar-bingar keserakahan nafsu duniawi
yang fana ? ataukah dan ataukah !
(wallahu a’lam).
16. Ramadhan & Totalitas Islam
...” Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara kaffah
(totalitas)”...
Ramdhan datang membawa sebuah
konsep Ilahiyah ingin mewujudkan manusia serasi hidupnya, duniawi dan Ukhrawi.
Dan tidak membatasi hanya
semata-mata mensucikan kehidupan moral manusia dalam arti sempit, tapi dalam
ruang lingkup dan sistem kehidupan manusia secara keseluruhan. Ramadhan ingin
melihat kita, apakah kita ini
”nishfu muslimin” atau nishfu
kafirin (setengah-setengah), baik setengah muslim atau setengah kafir.
Oleh sebab itu kita coba bukan
saja secara pisikal tapi juga lebih banyak bersifat mentalitas sebagai orang
yang mengaku beriman.
Maka dalam suasana seperti ini,
kebanyakan dari kita memiliki sifat ’nishfu ” (setengah-setengah), maka
terjadilah sosok pribadi mendua.
Kita belum berani menyatakan
kehidupan kita untuk menjadi Islam ” way of life”, game of life dan view of
life” menjadikan sebagai sikap, peraturan dan pandangan hidup yang kaffah,
mulai syahadat-shalat-zakat-puasa dan haji sebagai ”mental building” kehidupan
kita.
Kita biasanya mengambil
mana yang suka dan kita senangi, syahadat oke, shalat boleh, tapi kalau puasa
macam-macam dalih untuk mendapat legalitas supaya dibenarkan tidak berpuasa,
walaupun semua itu ada, ” rukshah”/keringanan.
Maka di harapkan kepada kita /
warga masyarakat, untuk dapat melaksanakan kegiatan Ramadhan ini semaksimal
mungkin sehingga mendapat nilai yang maksimal pula. Demikian juga pada para
elit pemimpin negeri ini dapat memberikan warna terhadap kehidupan yang ”
religious belief and political action” terhadap power/kekuasaan yang dimiliki.
Jangan agama jadi ” lip’s service” yang tidak konsisten.
Jadi untuk menciptakan
”Ramadhanisasi” dalam instrumen ” Islamisasi” diperlukan perjuangan dan
pembaharuan yang istiqamah terhadap ;
a.Jaddidu niyatakum
(reformasi niatmu) ;
Niat, memang memegang peranan
penting dalam setiap aktivitas kita, pantaslah Rasul saw mengingatkan kita
bahwa setiap perbuatan / aktivitas yang kita lakukan mempunyai imbas sesuai
dengan niatnya.
Oleh sebab itu kita kepada para
ikhwan elit politik negeri ini, berpuasalah ! silakan anda membawa bendera
masing-masing, tapi tanamkan niat dengan bendera anda berlayar ”fillah” dalam
lautan ” izzul Islam wal muslimin”.
b. Jaddidu aqwalakum (reformasi
komunikasimu)
Maka jangan kita berbeda
perkataan dengan perbuatan, jangan saling menghujat, su-udz-dzan, jangan
membikin isu dan fitnah sehingga menjadikan puasa kita menjadi amblas dan rusak
berkeping-keping.
Nabi saw mengingatkan ; ” banyak
orang yang berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan puasa tak
bernilai apa-apa”.
Oleh sebab itu biasakanlah ; ”
qaulan ma’rufaa” (bahasa yang ma’ruf), ”qaulan sadidaa” ( berbahasa yang
benar) ” qaulan layyinaa”
(berbahasa yang jelas), maka
insya Allah kita menjadi ” sha-imin fa-izin” insya Allah.
c. Jaddidu af’ alakum (reformasi
perbuatanmu) ;
Dan ini yang penting kita tidak
bersikap aplikatif arogan / destruktif. Maka dengan berpuasa kita akan memiliki
sikap ”mahmudah” dalam aktivitas menuju ” sa’adah” insya Allah.
Dengan mengamalkan ”
Ramadhanisasi” sebagai sistem kehidupan kita ”Islamy” akan terwujud pribadi
yang kaffah menuju sa’adah/ happy akhirat insya Allah, amin !
(wallahu a’lam).
17. Puasa Mengetuk Pintu Tawakkal
...” Bertawakkallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai
pemelihara”....(QS. 33 : 3)
Kedatangan Ramadhan sebagai tamu
yang kita nantikan, bukan saja sebagai latihan pisikal tapi juga
mental-spritual, dia ketuk pintu-pintu tawakal antara lain;
(1). Masyi’ah (berkemauan keras)
; Ramadhan memberikan gemblengan agar kita istiqamah dan mempunyai kemauan yang
keras dalam melaksanakan latihan yang diberikan Ramadhan, mulai dari ibadah
puasa, latihan tadarus, qiyamullail dan berbuat ma’ruf lainnya yang sangat
dianjurkan oleh Ramadhan.
(2). Ikhtiary (berikhtiar) adalah
” suatu metode dalam melakukan suatu perbaikan antara lain :
Merubah suatu visi lama kepada
suatu paradigma baru yang bermakna kita harus berani mengubah suatu sikap lama
/ mungkarat dan dosa kepada suatu hal yang bernilai kebajikan.
Mengadakan suatu perubahan dengan
sistem nilai yang diajarkan Ramadhan kepada kita.
(3). Doa (bermunajat). Suatu
pemungkas orang yang beriman, sebagai salah satu kunci dalam mengharap nilai
akhir yang kita harapkan. Allah mengingatkan kepada kita :
... ” Berdoalah kepada -Ku niscaya aku
kabulkan”...
(QS. 40 : 60).
Kalau ketiga hal tersebut dapat
kita laksanakan dengan baik, maka Ramadhan memberikan bimbingan kepada kita
agar : ’star principle ’yakni orientasi hanya kepada sang Khaliq.
’Angel principle’ yaitu harus
loyalitas, tanpa pamrih setiap amaliah kecuali mengharap mardhatillah.
’Leadership principle’ bahwa kita
harus meneladani kepemimpinan Rasul saw yang amat sederhana dan luar biasa.
’Learning principle’ yakni
manusia pembelajar yang berpedoman pada al-Qur’an dan sunah.
’ Vision principle’ bahwa visi
jauh ke depan (dunia-akhirat).
’Well organized principle’ yaitu
bersinergi dan maksimal segala peran, siap dan ikhlas menghadapi tantangan.
Inilah ’mental building’ yang
selalu di up grade Ramadhan kepada setiap insan dalam mengetuk pintu-pintu
tawakkal kalbu manusia agar mereka dapat melaksanakan ” mission statement” misi
kehidupan dengan menciptakan suatu ” character building” membangun karakter dan
mampu menciptakan ” self controlling” mengendalikan diri sendiri dalam menciptakan
”strategic callaboration” merealisasikan kolaborasi dalam ”total
action” menstransformasikan secara total dalam setiap langkah dalam kehidupan
kita.
Betapa indahnya program yang
dibawa Ramadhan, pantaslah bagi mereka yang mengetahui entitas Ramadhan ini di
tunggu-tunggu sebagai salah satu hal yang amat menyenangkan dalam
menjalankan nilai-nilai yang penuh dengan kebajikan.
Ramadhan, ketuklah hati setiap
insan,tegur dan sapalah mereka dengan belaian shiyam, maka ahlan bika Ya
Ramadhan ! (wallahu a’lam).
18. Puasa Bulan Menabung Amal
” Ada dua kegembiraan (keutamaan) yang didapati oleh orang yang berpuasa
yaitu pada saat berbuka dan bertemu kepada Tuhan-Nya” ... (al-Hadist).
Allah telah memerintahkan kepada
kita agar dalam hidup ini, kita meraih keutamaan etika (akhlaqulkarimah) dan
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, sebaik yang dapat kita lakukan dan
dengan kemampuan kita sendiri.
Al-Qur’an sendiri telah
mengingatkan kepada kita bagaimana meruginya orang-orang yang melakukan
perbuatan tercela dan terlarang yang bertentangan dengan perintah agama.
” Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, nasehat-menasehati dengan
penuh kebenaran dan kesabaran” ...(QS. Al-Ashr : 1-3).
Allah mengingatkan manusia yang
merugi itu, karena Islam berpandangan bahwa kehidupan manusia di dunia ini
hanyalah perantara menuju kehidupan yang abadi.
Dalam pengertian bahwa hidup kita
tidak hanya terbatas pada kematian, karena apa yang kita peroleh dari kehidupan
yang abadi akhirat kelak, merupakan hasil dari moralitas kita yang baik dan
amal saleh yang kita kerjakan di dunia selama kita hidup.
Khusus dalam bulan Ramadhan ini
merupakan bulan untuk menabung amal, kita dituntut untuk meningkatkan amal
saleh dan kebajikan.
Begitu suci bulan Ramadhan ini
sehingga Nabii saw sendiri mengatakan ; ” Jika seseorang mengetahui bagaimana
besarnya pahala puasa, ia akan menginginkan setiap bulan ini adalah
Ramadhan”...
Disebut dalam bulan suci ini pahala-pahala
” nafilah” (seperti shalat sunnat dan sejenisnya) sama dengan pahala ”fardhu”
di bulan-bulan lain.
Ini merupakan bukti betapa
tingginya penilaian Allah terhadap amalan kita pada bulan Ramadhan ini, dengan
sedikit menabung anda akan mendapat bunga (bagi hasil) yang luar biasa berlipat
gandanya ditambah lagi dengan berbagai insentif lainnya.
Apalagi di bulan ini terasa
adanya kemudahan dan semangat untuk melaksanakan amal-amal kebajikan yang jauh
melebihi bulan-bualai lain.
Sebabnya bahwa nafsu yang
bermalas-malasan dalam mengerjakan ibadah kini dalam keadaan terpenjara oleh
lapar dan dahaga.
Demikian juga setan terbelenggu,
seluruh pintu neraka ditutup rapat dan pintu syurga di buka lebar-lebar.
Dalam melaksanakan amal saleh
itu, tentu saja tidak terbatas pada amalan-amalan yang bersifat ritual, seperti
shalat, dzikir tapi kita dituntut melakukan ibadah-ibadah yang bersifat
muamalah, seperti menolong fakir- miskin dan berbagai kebajikan sosial serta
perbuatan kemasyarakatan lainnya.
Bukankah tugas-tugas kebajikan
ini dii nantikannya dan juga akan meningkatkan kualitas amal kita di hadapan
Allah swt kelak, sehingga kita tidak menjadi orang yang merugi, semoga !
(wallahu a’lam).
19. Ramadhan Dalam Senarai Politik Umat
...” Katakanlah ! sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan Pemelihara Alam Semesta” ...
(QS. 6:162).
Melihat perkembangan dan kran
politik dewasa ini, kita cukup terenyuh dengan suasana demikian berbagai
pintu-pintu sosial dan krannya begitu deras meluncur bagaikan air bah yang
selalu menerjang suasana dan dimensi kehidupan. Maka seolah-olah kita belajar
berbicara menata asfek dan dimensi politik kita dewasa ini, kadang dengan suara
bergetar dengan penuh kegugupan, mengutarakan egonya atau orang yang berbicara
sudah tidak mengindahkan lagi estetika moral dan hanya menurutnya maunya
sendiri.
Dengan menghalalkan berbagai cara
yang penting ” action” , apakah asbun ( baca:asal bunyi ) atau hanya unjuk gigi
dan otot kekarnya belaka.
Banyak ahli sosiologi
beranggapan, orang seperti ini kalau diberi kesempatan laksana memelihara anak
harimau. Kalau kecil menjadi mainan tapi kalau sudah besar
kita dijadikan santapan. Karena orang seperti ini selalu menatap mentari,
sehingga susah melihat bayangannya sendiri.
Inilah sebahagian gambaran cuaca
senarai politik umat manusia ini hiruk-pikuk dengan berbagai kegiatan
mengatasnamakan umat atau masyarakat, lebih-lebih (di ” hallo Batam”), padahal
banyak sekali udang dibalik bakwannya.
Golongan seperti ini kelihatannya
seperti orang yang sangat disiplin, seolah-olah sangat patuh kepada
konstitusi/peraturan apabila orang lain yang melakukannya, tapi apabila dia
sendiri semua itu harus berlalu tanpa rintangan.
Maka pada bulan yang penuh berkah
ini, minimal bisa me-’rem kita untuk sedikit otokritik terhadap diri dan
keperluan kita.
Ada intermezo dari teman-teman
tatkala naik pancung (perahu) ke Belakangpadang dan ternyata perahunya bocor,
maka demi tegaknya demokratisasi si tukang pancung mengadakan musyawarah dulu
dengan membuka undang-undang pengasuransian hingga perahunya keburu tenggelam.
Inilah fenomena politik kita
dewasa ini. Kadang di satu sisi kita tertawa geli, di sisi lain
kita sedih.
Dan inilah yang sebenarnya
diingatkan Ramadhan kepada kita dengan ” imanan wahtisaban” !
Banyak lagi kran-kran air
demokrasi yang bocor, mengalir dan terus merembet keseluruh sektor, mulai air
ekonomi, air politik, air hukum dan sampai kepada air bah, hingga kebanjiran.
Maka dengan derasnya arus
reformasi yang ditandai banyak riak-riak sosial di masyarakat, sebagai pertanda
bahwa arus demokrasi di tanah air kita sudah barang tentu di harapkan dapat
membuka wacana baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih maju,
mandiri dan sejahtera di masa yang akan datang.
Allah telah mengingatkan kita ;
....” waltandzur nafsun ma qaddamat lighad” ... (dalam memproyeksikan pribadi
terhadap masa depan) dengan berbagai aspek persiapan, mulai pengetahuan,
kualitas pribadi, nuansa kepribadian yang bermuara pada keimanan.
Apalagi di Batam, otonomi daerah
ini plus sebagai daerah industri yang metropolis menambah gairah teman – teman
parpol dalam meraih ambisi untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat yang
terhormat !.
Wakil rakyat kata Bung Chaidir
(si dokter hewan) yang menjadi wakil rakyat, sungguh kasihan.
Sebab kalau anda menjadi wakil,
maka anda harus menunggu dulu rakyatnya berhenti, baru anda bisa menjadi
rakyat. Demikian mafhum canda beliau kemukakan di tabloit serantau (beberapa
tahun yang lalu). Tentang kriteria kepemimpinan ini
Rasul saw memberi sindiran satire dengan sabda beliau: ....” orang yang pantas
menjadi imam ialah orang yang pandai membaca Kitabullah” ...
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim yang merupakan salah satu kriteria yang di gariskan Rasul saw untuk
seorang imam (pemimpin) yang berarti seorang pemimpin harus pandai membaca
(memahami dan mengamalkan) signal-signal sunnatullah.
Banyak orang bercita-cita menjadi
pemimpin (wakil rakyat) ? baik di lingkugan kecil maupun besar, seperti pemimpin
bangsa dan negara. Karena dengan duduk di kursi kepemimpinan, segera terbayang
kekuasaan, fasilitas, kehormatan (dengan sebutan anggota dewan yang terhormat)
?
Sanjungan, pujian dan semua
kenikmatan duniawi. Sehingga untuk menggapai cita-cita itu segala cara dianggap
halal.
Syahdan, belasan abad kemudian,
seorang tokoh tarekat al-Jazair bernama Said Muhammad bin as-Sanusi
mengembangkan zawiyahnya (sanusiyah) di Tripoli pada pertengahan abad XIX,
menangkap pesan Rasul saw tentang kriteria tersebut sebagai pemimpin orang yang
pasrah sepenuhnya akan kehendak Allah. Karena itu
jalan suksesi versi as-Sanusi untuk ukuran sekarang menjadi sangat surelistis
(religius).
Dan konon tatkala beliau ingin
memilih putranya sebagai pemimpin menggantikan beliau, ada dua orang putranya
untuk dipilih.
Syaratnya beliau menyuruh kedua
putranya untuk memanjat pohon kurma yang cukup tinggi. lalu didaulat dengan
mengucap syahadat.
Kedua putranya disuruh terjun
dari atas pohon. Tapi ternyata hanya si bungsu, Sanusi al- Mahdi yang mengikuti
perintah ayahnya tanpa cedera sedikitpun, sedangkan abangnya menolak.
Maka kepada putranya yang
terpilih (ia tak gentar menyerahkan diri kepada Allah) dalam memegang estafet
kepemimpinan ayahnya dan ternyata kepemimpinanya berkembang baik dan pesat.
Tentu saja suksesi versi as-
Sanusi bila di terapkan di zaman sekarang untuk mencari pemimpin abad XXI
khususnya di kota ini akan konyol karena bisa fatal akibatnya. Untuk ukuran
kita, mungkin bukan terjun di pohon kurma atau kelapa yang tinggi, tapi cukup
terjun ke bawah, ke tengah-tengah masyarakat, agar bisa membaca dan memenuhi
aspirasi umat/ masyarakat. Sebab seperti diucapkan Rasul saw : ... ” Pemimpin
yang menyulitkan (mempersulit) umatnya niscaya akan dipersulit pula oleh Allah
(jalan kepemimpinannya).
wallahu a’lam.
20. Puasa dan Hak Dhuafa
...”ambillah zakat dari sebahagian harta mereka dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doamu menjadi ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”...
(QS. 9 : 103).
Berbagai pengalaman dan dimensi
kehidupan harian telah kita jalani dengan berbagai simpai dan ikatan / ukhuwah
selama berpuasa, mulai menahan lapar, haus dan larangan lainnya, tapi juga
memberikan imbas bukan saja terhadap jasmani tapi juga rohani dalam aspek
perbaikan emosional kita terhadap spritual muakh-khah / persaudaraan bagi
mereka yang dhuafa (miskin) maka dengan latihan berpuasa jiwa kita
digugah merasakan nuansa kehidupan mereka.
Inilah hakikat dan makna puasa
sebenarnya, mengalas hak dhuafa, agar kita peduli terhadap mereka, kepedulian
sebenarnya.
Maka harta yang kita punya
(khususnya para aghniya = orang-orang kaya) ada hak para dhuafa.
Dalam tafsir ar-Razi secara
analogis diterangkan bahwa sesungguhnya orang-orang miskin adalah tanggungan
Allah.
Sedanagkan orang-orang kaya
adalah bendahara-bendahara Allah, karena harta kekayaan yang ada di tangan
mereka pada hakikatnya adalah milik Allah.
Karena itu sesuatu yang sangat
wajar sekali jikalau Sang Pemilik (Allah) memerintahkan kepada bendahara-Nya,
mengeluarkan sebahagian dari harta yang ada di almarimu untuk para
tanggungan-Ku yang membutuhkan.
Substansi ajaran di atas sesuai
dengan firman Allah ; ...”nafkahkanlah
sebahagian dari harta yang Allah jadikan kamu sebagai pengurusnya”...
(QS. 57 : 7).
Terang sekali bahwa pemilik
mutlak harta bukan manusia, melainkan Allah swt. Manusia dalam hal ini tidak
lebih dari sekadar pengurus harta itu. Manusia (aghniya) adalah bendahara
Allah.
Seorang bendahara yang baik tidak
akan pernah membelanjakan harta yang dipegangnya kecuali menurut ketentuan atau
perintah dari pemiliknya.
Dan seluruh ketentuan yang
terkait dengan harta itu pasti diketahui oleh semua pemiliknya.
...”pada harta-harta mereka (para bendaharawan Allah) ada hak (ketentuan)
bagi orang miskin yang tidak mendapat bagian (tidak meminta)”... QS. 51 : 19
Dari sini zakat (mal dan fithrah) dipandang sebagai salah
satu ”haqqun
ma’lum” atau hak-hak yang telah ditentukan, hak bagi kaum dhuafa yang
telah ditentukan Allah.
Puasa membuka isyarat ke arah itu
agar kita menjadi insan yang mengerti makna dan tujuan.
Ma’assalamah Ramadhan ! Selamat
tinggal Ramadhan moga kita bertemu lagi di tahun hadapan ! Wawasanmu,
fadhilatmu, insentifmu dengan lailatulqadrmu sangat dirindu !
(wallahu a’lam).
H.M.E. Asmawi
Pada Ramadhan 1427 H yang lalu meluncurkan buku Ayo,
Buruan Puasa, Biar Hidup Lebih
Bermakna, maka menyongsong kedatangan
Ramadhan 1428 H ini sebagai rasa gem-
bira menerbitkan kembali buku
“Ramadhan be a Good-
Personality”
sebuah
kupasan yang
membangun tentang
character building kita
dalam mengoptimalkan emotional
spiritual hingga kita menjadi a good
personality/pribadi prima lewat
gemblengan
puasa dan ada lagi bonus yang mesti
kita kejar
yakni LAILATUL QADR, khairun min
alfi sahr
bonus seribu bulan, sebagai hamba pilihan
MARHABAN YA RAMADHAN !
kami selalu merindukan
Sumber : http://effendyalhajj.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar