Rabu, 11 Juni 2014

RAMADHAN BE A GOOD PERSONALITY

Oleh :
Ustadz H.M. Effendy Asmawi

 buat sahabat & teman sejawat
yang berjuang  dalam
menegakkan
kebanaran dan keadilan
dalam setiap lini kehidupan
watashaubil haq watashaubis shabr

good luck for you

SELAMAT
MENUNAIKAN IBADAH RAMADHAN

Renungan


Ya Salam,,, uang Rp 20.000-an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid, tetapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket.

Ya Salam,,, 45 menit terasa terlalu lama untuk berdzikir, tetapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan sepakbola.

Ya Salam,,, betapa lamanya  2  jam berada di masjid, tetapi betapa cepatnya  2  jam berlalu saat menikmati pemutaran film di bioskop.

Ya Salam,,, susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa atau shalat, tetapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman.

Ya Salam,,, betapa serunya perpanjangan waktu di pertandingan bola favorit kita, tetapi betapa bosannya bila imam shalat tarawieh bulan Ramadhan kelamaan bacaannya.

Ya Salam,,, susah banget baca al-Qur’an satu juz saja, tetapi novel best seller 1000 halamanpun habis dilalap.

Ya Salam,,,  orang-orang pada berebut paling depan untuk nonton bola atau konser, tetapi berebut cari shaf paling belakang bila jum’atan agar  bisa cepat keluar.

Ya Salam,,, kita perlu undangan pengajian 3 – 4  minggu sebelumnya agar bisa disiapkan di agenda kita, tetapi untuk acara lain jadual kita gampang diubah seketika.

Ya Salam,,, susahnya orang mengajak partisipasi untuk dakwah, tetapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gosip.

Ya Salam,,, kita begitu percaya pada apa yang dikatakan koran, tetapi kita sering mempertanyakan apa yang dikatakan  Qur’an.

Ya Salam,,, semua orang penginnya masuk syurga tanpa harus beriman, berpikir, berbicara ataupun melakukan apa-apa.

Ya Salam,,, kita bisa ngirim ribuan jokes lewat email, tetapi bila ngirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berpikir dua kali.

Ya Salam,,, orang sekarang bangga berbuat dosa, tapi segan untuk bertobat.

Ya Salam,,, orang berebut ngumpulin harta, tapi enggan membayar zakatnya.

Ya Salam,,, orang sekarang bangga dengan alat serba digital dan komputerisasi, tapi lupa pada yang menciptakan diri.

Ya Salam,,, orang menghalalkan semua cara demi prestise dunia, tapi lupa kehidupan akhirat yang menunggunya.

Ya Salam,,, orang berlomba membangun istana dengan segala kemewahannya, tapi lupa dengan istana kuburannya.

Ya Salam,,, emang dunia sudah akhir zaman  !!!!

Mari kita perbanyak istighfar dan selalu mandi dengan air taubat agar kita selamat, amin.

RAMADHAN
 be  a  good personality
memberikan gambaran dan bonus
yang mesti kita kejar, lewat
LAILATUL QADR
subhanallah

puasaku
hanya Engkau yang tahu

bahkan
akupun tak begitu tahu
apakah aku sedang berpuasa
atau sekadar lapar dan dahaga


aku
cuma ingin belajar
mengikhlaskan seluruh perbuatanku
hanya untuk-Mu


meskipun
kalimat itu terasa lucu
karena
Engkau memang tak butuh sesuatu

...

(dikutip dari buku Untuk Apa Berpuasa)
Scientific Fasting by : Agus Mustofa

DARI  PENULIS

Alhamdulillah, tulisan ini dapat diselesaikan sebagai rasa suka-cita menyambut kedatangan bulan suci RAMADHAN sekaligus sebagai evaluasi terhadap langkah dinamis kita dalam menyusuri makna dan hakikat puasa kita masing-masing.

Tulisan ini merupakan himpunan penulis yang telah dipublikasikan pada Harian Sijori Mandiri dan Pos Metro Batam dan beberapa tulisan lainnya sebagai rasa ta’dzim menyongsong kedatangan Ramadhan.

Berpuasalah kamu niscaya SEHAT, menggelitik kita untuk mencoba mencari makna dan merupakan isyarat IMANIYAH  dan ILMIYAH kita dalam mencari ”the power of puasa” kita masing-masing.
Tulisan ini amat sederhana, tapi mudah-mudahan dapat memberikan motivasi kepada kita untuk rajin melaksanakan amaliah dan silabus Ramadhan demi perbaikan kehidupan.

Semoga bermanfaat, amin.
                                    Batam,   Juli  2007
                                                   Rajab 1428
Penulis,

h.m.e. asmawi

DAFTAR  ISI
                                                            halaman

Al-Ihda
Renungan
Kata Pengantar
  1. Ahlan Bika Ya Ramadhan
  1. AHLAN BIKA YA RAMADHAN

...” telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan, maka ucapkanlah selamat datang kepadanya. Telah datang bulan Puasa, membawa segala keberkahan, maka alangkah mulianya bulan ini ”... (HR. Thabrani).

Marhaban ya Ramadhan !
Ramadhan, suatu bulan kesembilan hitungan bulan qamariah, mempunyai nilai tersendiri bagi umat Islam sebab bulan ini bulan yang dirindukan karena berbagai fadhilat dan hikmat di dalamnya mengandung insentif 1.000 bulan dibanding bulan yang lainnya.

Kerinduan ini tentu mempunyai nilai tersendiri bagi mereka yang benar-benar memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, sebagai sangu untuk menghadap ke hadirat-Nya.

Betapa nilai kehidupan kita amat singkat dan sedikit bekal dalam mempersiapkan diri bagi mereka yang sadar akan nilai entitas kemanusiaannya. Tapi sebaliknya, bagi mereka yang tidak mengenal dan mempersiapkan diri, kedatangan Ramadhan sebagai musibah, mengekang segala aktivitas angkara  murka nafsu.
Oleh sebab itu kita dapat melihat bagi mereka yang dengan senang hati kedatangan Ramadhan selalu tekun melaksanakan amaliah Ramadhan dan mengikuti petunjuk yang terkandung di dalamnya.
Rasul saw mengingatkan kepada kita ; ...”sesungguhnya telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah memerintahkan kepadamu untuk berpuasa. Dan di bulan ini, pintu syurga dibuka, pintu neraka dipatri dan para setan dibelenggu. Juga terdapat di dalamnya suatu malam (lailatul qadr) malam yang lebih baik dari 1.000 bulan”...
(HR.Ahmad, Baihaqy dan Nasai’i).

Ramadhan adalah bulan yang hari-hari pertamanya adalah rahmat dari Allah kepada kaum muslimin, pertengahannya adalah pengampunan dosa dan hari-hari terakhirnya adalah pembebasan  kaum muslimin  dari siksa api neraka.
Untuk itu marilah segera bermohon agar dikasihi Allah, segera bertobat agar diampuni segala dosa kita selama ini dan dibebaskan dari segala siksa dunia dan neraka-Nya nanti yang amat pedih.

Ramadhan adalah bulan untuk saling tolong-menolong, pada bulan ini kita sangat dianjurkan untuk mengulurkan tangan kepada golongan yang mengalami krisis ekonomi, mereka yang fakir-miskin, yatim –piatu, ibnu sabil dan orang-orang yang mengalami kesusahan.

Pada bulan suci ini sikap kepedulian sosial kita diuji serta disadarkan bahwa di dalam harta kita terdapat hak bagi golongan ekonomi lemah (QS. Adz-Dzariyat : 19). Nabi saw bersabda ; ...”Tidaklah beriman orang yang tidur nyenyak dan kenyang di malam hari sementara tetangganya kelaparan, padahal ia mengetahui hal itu ” ...

Ramadhan dikatakan pula sebagai bulan kesabaran (syahrus shabri). Dalam berpuasa pada bulan Ramadhan kaum muslimin berlatih bersabar menahan penderitaan dengan tidak menikmati sebagian perkara yang diperbolehkan. Rasul saw menyebutkan ganjaran sabar adalah syurga.
Al-Qur’an menegaskan ; ...”sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”...
(QS.Az-Zumar : 10).



Kita  urai satu persatu di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, teramat banyak keistimewaan yang bisa kita perolah dari bulan yang suci ini. Minimal beberapa keistimewaan tersebut di atas cukup penting untuk kita jadikan petunjuk untuk merenungi segala lorong kehidupan yang selama ini telah kita lakukan.
Sungguh sangat disayangkan, jika bulan yang berkah keutamaannya terlewatkan begitu saja, sementara berbagai goncangan terus berlanjut. Selamat datang Ramadhan, kami selalu merindukanmu !
AHLAN BIKA YA RAMADHAN.

  1. Puasa Sebagai Terapi Stres !

...”berpuasalah kamu, niscaya sehat”...
(al-Hadits)
Masyarakat Islam dewasa ini di seluruh dunia sedang melaksanakan ibadah Ramadhan.. Ramadhan dengan ibadah puasanya mempunyaii fadhilat/keutamaan yang mengandung nilaii terhadap dilema dan problematika kehidupan.
Hidup adalah rangkaian peristiwa dan setiap peristiwa dapat menimbulkan dilema yang kadang-kadang dapat memberikan imbas dalam meniti kondisi nuansa kehidupan ini.

Puasa dengan aplikasinya memberikan tuntutan agar kita selalu bersyukur, melatih jiwa, menahan nafsu, bersabar sehingga tidak menimbulkan ketegangan mental yang sekarang pupoler dengan sebutan stress.
Maka upaya puasa dalam mengatasi problema tersebut dapat kita rasakan tatkala kita berpuasa diantaranya ialah;
  1. Puasa di tandai dengan niat yang ikhlas, sebagai ungkapan manusia beriman sekaligus berpengetahuan, karena tanpa itu semua tidak akan bernilai di sisi Allah SWT.


Nabi saw bersabda ; ” fa-innallaha layaqbalu minal a’ mali illa ma khalash
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak menerima semua amal, kecuali yang di landasi dengan keikhlasan.
  1. Puasa dengan menahan makan & minum serta membatalkan puasa, memberikan gambaran sifat ketabahan yang penuh syukur dalam menghadapi problema kehidupan. Nabi saw bersabda : As-shiyamu nishfus shabr. Artinya : Puasa itu adalah sebagian dari kesabaran.

Dari dua faktor tersebut di atas, gambaran fadhilat puasa terhadap tekanan/stress yang ditimbulkan oleh ketegangan mental adalah suatu ”trauma” seseorang yang ditandaii biasanya selalu bersifat ;
-tergesa –gesa
- tamak
- egois
- tidak bisa menahan gejolak nafsu emosionall dan lain – lain sifat-sifat tercela lainnya.
Maka dengan berpuasa, kita mencoba melatih pribadi dalam bersikap dan bertindak.

Akibatnya penyakit stress dengan segala dimensinya akan menggerogoti jiwa seseorang


atau timbulnya tekanan – tekanan baik secara pisiologis yakni problema yang di timbulkan oleh kegiatan kehidupan maupun psikologis yaitu problema yang disebabkan oleh kejiwaan juga psikomatis (problem yang berhubungan pisiologii  & psikologi ) hatta yang bersifat agamis, yaitu perasaan bersalah dan berdosa yang berlebihan  akhirnya akan menimbulkan kelabilan jiwa bahkan trauma yang berkepanjangan.
Maka dengan berpuasa, kita dilatih untuk bersabar, bersyukur serta manahan gejolak nafsu yang sedang kita latih, untuk menghadapii  tekanan-tekanan baik pisiologis, psikologis dan, psikomatis bahkan sampai nilai agamis kita latih dengan kesungguhan dan percaya diri lewat amaliah puasa dalam setiap tantangan dan cabaran kehidupan. (wallahu a’lam)


3.Ramadhan Spritual Konseling Kehidupan

...’Kalau saja umatku mengetahui kandungan bulan ramadhan, tentu mereka mengharap bulan itu berlangsung setahun penuh’... (Al-Hadist).

Bulan Ramadhan suatu bulan yang penuh mubarak/keberkahan dan selalu di tunggu-tunggu kehadirannya sebagai ”syahrun adzim” (bulan yang agung).

Umat Islam selalu menyambutnya dengan penuh suka cita, Nabi saw memberikan motivasii dengan sabdanya ; ”Man fariha bi dukhuli ramadhan, harramallahu jasadahu’alan-niran.
Barang siapa menyambut gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah akan menyelamatkan dirinya dari api neraka ...

Bulan Ramadhan memang bulan yang amat istimewa, dalam spritual konseling kehidupan kita. Dr. Yusuf al- Qaradhawi dalam kitab fiqh as-syiyam, menyebut bulan ini sebagai madrasah mutanayyizah / par excellent.

Setiap tahun Allah menjadikan bulan ini bagii kaum Muslimin untuk mendidik dan meng-upgrade mereka menuju kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti.

Untuk itu lanjut Qaradhawi, orang yang masuk ke lembaga ini dan mempergunakan semua kesempatan yang ada dengan melakukan ibadah puasa dan amaliah-amaliah lainnya, maka ia akan dinyatakan lulus dalam menempuh ujian dan akan di wisuda dengan predikat ”rabih at-tijarah” (sangat menguntungkan) karena tak ada keuntungan yang lebih besar di bandingkan dengan keuntungan meraih kemampuan/maghfirah Allah swt dan pembebasan dari api neraka.

Sebagai sarana pendidikan, puasa Ramadhan tentu saja mengandung berbagai keutamaan dan mempunyai pengaruh yang amat besar bagii peningkatan iman dalam  moralitas  kita.
Yusuf Qaradhawi menyebut beberapa diantaranya sebagai berikut:

  1. Puasa dapat meningkatkan kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti. Nabi saw bersabda ; Asshiyamu junnah (Puasa itu adalah prisai).
Maksudnya perisai dari perbuatan dosa dan kemungkaran serta perisai darii jilatan api neraka di akhirat kelak.
  1. Puasa dapat meningkatkan rasa syukur kepada Allah. Ini menurut kelazimannya, manusia tidak menyadari suatu nikmat, kecuali bila nikmat itu telah berlalu darinya.
Kita tidak dapat merasakan nikmat kenyang dan puas, kecuali kita sedang lapar dan haus. Itu sebabnya ketika Nabi saw ditawari oleh kekayaan yang amat besar (bukti emas), beliau menolaknya seraya berkata, jangan, biarlah aku kenyang sehari dan lapar pada hari yang lain.
Ketika lapar, aku akan selalu tunduk dan menginggat-Mu dan ketika kenyang aku akan memuji dan penuh syukur terhadap-Mu.
  1.  Puasa dapat meningkatkan kepekaan sosial. Ini karena orang yang berpuasa harus menahan diri dari haus dan lapar, meski ia orang yang kaya.
Kenyataan ini akan mengingatkan seseorang pada derita dan kepedihan yang setiap saat menimpa saudara-saudaranya. Itu sebabnya Rasul saw juga menyebut bulan ramadhan ini dengan ” syahrul muwasah” / bulan kesetiakawanan sosial.

Begitu banyaknya hikmah yang merupakan spritual konseling puasa di bulan Ramadhan, sehingga Rasul saw lewat sanad Ibnu Abbas, mengatakan ; ...” lau ya’lamun-nasu ma fi hadzas syahri minal khairati, latamannau an yakuna ramadhanu as-sanata kullaha ”... artinya ; kalau saja manusia mengetahui apa yang di kandung/hikmat yang terdapat pada  bulan Ramadhan ini, maka mereka akan menginginkan Ramadhan itu sepanjang tahun.
(walllahu a’alam).
  1. Puasa Dirindukan Syurga
”... Seandainya umatku tahu keutamaan dan keagungan bulan Ramadhan, niscaya mereka mengharapkan agar selama setahun penuh menjadi bulan Ramadhan.
Di bulan ini kebaikan dan ketaatan semua terkumpul, dosa-dosa di ampuni dan syurga merindukan mereka”...
(demikian sabda Rasulullah saw)

Syurga adalah puncak kenikmatan dan harapan setiap muslim dalam kehidupan akhirat nanti. Begitu            indahnya syurga, karena jiwa dan pikiran manusia sulit menggambarkannya. Syurga sering dideskripsikan sebagai ” sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, terpikirkan oleh otak dan terkecap oleh indra perasa manusia”.

Namun tentu saja, mengingat syurga itu berada di luar nalar manusia, ciri-ciri tersebut lebih merupakan sekadar perbandingan dan dorongan. Tujuannya agar setiap muslim berlomba-lomba untuk meraihnya.

Dalam Al-Qur’an (QS. 3 : 15) Allah menegaskan, ” untuk orang-orang yang bertakwa kepada Allah, di sisi Tuhan mereka ada syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”

Dalam ayat lain dikatakan: ” dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi” (QS.3 : 133)

”Perumpamaan syurga di janjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman)” (QS.14 : 23).

Banyak jalan untuk menggapai syurga. Beberapa diantaranya seperti tercantum dalam sabda Rasul Muhammad saw. ” Syurga itu merindukan empat golongan, yakni : orang yang senang membaca al- Qur’an, orang yang menjaga lisan / mengekang lidahnya, orang yang gemar memberi mereka yang lapar dan orang yang berpuasa.”

Ketiga hal pertama dalam hadits di atas terangkum pada orang yang berpuasa, (Ramadhan). Pertama, saat puasa dan selama bulan Ramadhan, kita dianjurkan agar memperbanyak membaca al-Qur’an, baik tadarrus, membaca dan menyimak terjemahannya, membaca tafsir, maupun mengupas (syarah) ayat-ayat al-Qur’an, baik dengan para Guru/Ustadz kita serta membaca buku-buku pengetahuan, khususnya keagamaan dan lain sebagainya.

Kedua, saat puasa kita di haruskan menjaga lidah (hafidzillisan) dari berkata-kata dusta, kotor, mengumpat maupun erotis yang dapat mengundang nafsu birahi. Meski tidak membatalkan ibadah puasa, tapi setidaknya hal-hal tersebut dapat menghilangkan pahala puasa. Orang yang tidak mengendalikan lidahnya saat berpuasa adalah termasuk orang yang merugi.

Seperti ditegaskan Nabi saw, ” Puasa mereka itu tidak lebih hanya sekedar menahan lapar dan haus saja”.

Ketiga, selama puasa, kita dianjurkan memperbanyak sedekah kepada mereka yang tidak punya (dhuafa), mulai dari yang dekat (tetangga dan sanak kerabat).

”Orang yang memberi makan orang yang berpuasa” janji Nabi saw, ” akan memperoleh pahala seperti orang berpuasa tersebut tanpa mengurangi nilai pahala orang yang tersebut

Ringkasnya, kalau kita menekuni salah satu dari tiga hal tersebut di atas saja syurga sudah merindukan kita, apatah lagi kalau keempat hal tersebut kita laksanakan dengan baik.

Dan Ramadhan adalah pesantrennya untuk itu, kita tarbiyah diri kita, kita up grade pribadi sehingga menjadi pribadi takwa yang di rindukan syurga. Semoga !
(wallahu a’lam).
  
  1. Ramadhan Bulan Reformasi Iman

...” REFORMASI (perbaharuilah) imanmu dengan (melaksanakan) lailaha-illallah.”...
(Al-Hadist).

Hadits reformasi ini sangat popular di kalangan para Ulama, sehingga memunculkan satu ” postulat” dari Iman al- Ghazali yang mengatakan bahwa, iman seorang itu sangat fluktuatif yakni terkadang naik, terkadang turun.

Naiknya iman seseorang tampak dari amal salehnya yang banyak dan jika iman seseorang turun, maka amal thaleh/ salah yang lebih banyak.

Apalagi dalam suasana Ramadhan ini, terasa semua itu bertarung, antara iman dan nafsu, antara puasa dan berbuka, antra nikmat dan sengsara atau yang terakhir antara syurga dan neraka.

Berintegritas semua itu dalam gelora, menghimpit di dada, kadang terasa napas sesak dibuatnya.

Dalam Hadits tersebut di atas ada kata ” jaddidu” yang berarti reformasilah /perbaharuilah. Ini berarti setiap muslim harus selalu mereformasi / memperbaharui iman dengan melaksanakan konsekuensinya adalah seperti yang di firmankan Allah dalam surah at-Taubah ayat 111:

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah”...

Menurut ayat ini, bahwa setiap mukmin berarti telah melakukan ”aqad jual – beli” dengan Allah. Yakni telah menyerahkan semua harta dan jiwa untuk di tukar dengan syurga.

Lalu salah satu konsekuensinya adalah mereka yang berperang di jalan Allah. Kata ” perang” dalam khasanah Islam mempunyai banyak nuansa, seperti perang ideologi ( ghazwatul fikri), perang pisik (ghazwatul badani), perang ekonomi (ghazwatul iqtishadi) dan perang-perang lainnya.

Perang melawan kemiskinan tentu tidak menggunakan bedil. Apalagi perang melawan ketidakadilan, bahkan Nabi saw memberikan tiga alternatif ;

” Jika kamu melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangan (kekuatan), kalau kamu tidak sanggup, maka dengan lisan (tulisan), kalau tidak kuasa juga maka dengan hati (doa), tapi yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman : ...

Jadi seseorang muslim karena telah mengucapkan dua kalimat syahadat, agar kelak mendapatkan haknya.

Kewajiban tersebut ditunaikan selama hidup di dunia ini tanpa henti. Hanya satu yang menghentikannya yakni kematian. Oleh karena itu kapan dan dimanapun, seorang muslim harus terus melakukan perbaikan/reformasi total tanpa melihat darimana atau melalui siapa datangnya perbaikan tersebut.

Kita ingat perkataan Ali, ra yang sangat terkenal ” unzdur ila ma- qal-wa-la tanzdur ila man qal”
”Perhatikanlah apa yang di katakan, jangan melihat siapa yang mengatakan”...

Suatu kebenaran, siapa pun mengemukakannya, maka kita memang tidak perlu angkuh menolaknya dan takut kehilangan wibawa, jika kita mau mengambilnya itu akan menolong dirii kita sendiri.

Karena bila tidak, niscaya kita akan terjerumus kejurang kenistaan. Dengan terus menerus melakukan perbaikan akan membuat kualitas hidup setiap muslim makin hebat.

Sampai akhirnya mencapai kedudukan (maqam) yang paling tinggi di sisi Allah, yakni muttaqin, itulah nilai pembudayaan takwa yang ingin di capai Ramadhan dengan seperangkat silabus dan muatan lokalnya agar setiap kita mampu menahan diri sebagai  konsekuensi iman kita kepada –Nya. Pada saat kehidupan sosial kita yang cukup memperhatinkan, penuh dengan multi krisis keprihatinan sekarang ini,

 bukan sekedar menahan lapar dan dahaga atau latihan aspek dimensi jasmani tapi di samping itu juga melatih aspek dimensi rohani yakni bersabar, berikhtiar, berdoa dan bertawakal kepada-Nya, terhadap cabaran dan gejolak angkara nafsu, juga kepedulian kita terhadap sesama, sebagai ”training centre” untuk membentuk suatu sistem nilai dalam hidup dan kehidupan.

Oleh sebab itu Ramadhan, dengan segala amaliahnya dapat mereformasi diri menuju perbaikan terhadap cita dan kepribadian menuju muslim kaffah di seluruh sendi-sendi kehidupan kita.

Dengan demikian akan melahirkan perbaikan/ perubahan iman yang sudah tentu, diperlukan setiap kita yang mengaku beriman.

Semoga dengan melaksanakan ibadah puasa dengan segala amaliyah Ramadhannya kita dapat memperbaharui dan mereformasi iman kita untuk menjadi ” ibadurrahman”/hamba pilihan dalam meningkatkan kualitas iman dan takwa kita dalam upaya menuju kebahagian dunia dan akhirat dambaan kita semua.
 Semoga  ! (Wallahu a’lam).
  1. Puasa Kontrol Sosial

...” Puasa itu adalah perisai, jangan di rusak ibadah puasa kita dengan dusta & umpatan” ...(al-Hadist).

Al-Qur’an juga menjelaskan betapa pentingnya kontrol sosial dalam hidup dan kehidupan, karena kita sadar tanpa kontrol sosial kehidupan akan berjalan labil dan menuju kepada kehidupan ’an sich’ terhadap negativisme dan nilai-nilai distruktif lainnya.

Allah mengingatkan kita : ” hendaklah ada sekelompok umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah bertindak mungkar” (QS.3 : 104).

Nilai yang amat terasa apabila kita melaksanakan ibadah puasa, khususnya sosial kepribadian kita, demikian juga dengan teman / qarib kita, kita berusaha untuk tampil sebaik mungkin dalam menegakkan kebaikan dan menebarkan kebajikan.

Tapi di era sekarang, nilai-nilai kontrol terasa lemah khususnya di kota-kota metropolitan, nilai ini berjalan pelan atau bahkan sedikit sekali sebagai ganti kata ” tidak ada”.

Diriwayatkan, tatkala seorang sahabat Nabi sedang berpuasa, kemudian orang itu mengajak berantam, maka Nabi mengingatkan ” inni shaim” sungguh aku berpuasa, ini berarti puasa sebagai kontrol dan remot bagi yang mengerti dan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Silabus puasa mampu memberikan ’way of life” dalam memenuhi tuntutan sekaligus tuntutan kehidupan dalam dimensi makro simpai kehidupan.

Maka kalau kita mampu menghayati kandungan yang dibawa ibadah puasa, sungguh luar biasa dalam kontrol kepribadian baik yang bersifat individual maupun kolektif makro sosial. Pernah dikisahkan terjadi pada bulan Ramadhan, tatkala Umar bin Khatthab yang saat itu menjabat sebagai kepala negara (khalifah) akan berpidato di hadapan para sahabatnya, dengarlah dan patuhilah !

Tiba-tiba berkatalah salah seorang sahabatnya, ”kami tidak akan mendengarkan apa yang engkau sampaikan sebelum ada kejelasan tentang pakaian yang engkau pakai wahai khalifah”!

Umar pun mempersilakan orang tersebut untuk mengungkapkan perkara yang dianggap salah olehnya. Sahabat itu segera menjelaskan bahwa semua orang yang ikut berperang di bagi kain dengan ukuran yang sama. Tetapi, kain dengan ukuran tersebut tidak memungkinkan di buat sebuah baju.

Dengan kondisi seperti itu, mengapa Umar memakai baju baru tersebut dari jenis kain yang sama ? padahal orang lain tidak memakainya ! Bila demikian, berarti umar melakukan ketidakadilan dalam pembagian ghanimah(rampasan perang).

Setelah duduk perkara Umar hanya mengatakan biarlah anakku Abdullah yang menjelaskan  perkara ini.

Akhirnya Abdullah bin Umar menjelaskan, bahwa kain Ayahnya juga tidak cukup untuk sebuah baju, maka akhirnya ia merelakan kainnya juga untuk ayahnya.

Setelah gamblang, tidak ada korupsi yang dilakukan Umar sahabat itu berkata ” Lanjutkan wahai Amirul Mukminin, kami siap mendengar dan mematuhi”.

Kisah tersebut di atas memberikan gambaran kehidupan dalam masyarakat, betapa pentingnya kontrol sosial itu dalam kehidupan kita.
Dengan berpuasa nilai-nilai itu akan kita dapat, kita petik sebagai buah takwa dalam melaksanakan amaliyah puasa, antara lain sabar, ikhlas, tawakal, zuhud dan amat sederhana . Dapatkah semua itu kita laksanakan dan kita petik hasilnya ?
 (Wallaahu a’alam).
  1. Ramadhan Bulan Otokritik

...” Ujian besar bagi keberanian seseorang di bumi ini ialah orang selalu mengadakan otokritik dalam kehidupannya ” ...(al- Hukama).

Dalam suasana Ramadhan seperti ini di tambah masih suasana krisis berbagai bidang dan kita ini sebagai Bandar Dunia Madani, berbagai usaha yang kita tempuh, tapi masih juga terdapat cabaran-cabaran yang cukup amat menggugah hati.

Melihat keadaan seperti ini, selayaknya kita sebagai pribadi-pribadi anak wathan ini bertafakkur sejenak mengadakan otokrotik, yakni suatu koreksi pribadi terhadap langkah dan aktivitas yang sudah kita kerjakan serta pola pikir dan wawasan yang akan kita lakukan untuk masa mendatang.

Dengan mengadakan otokritik ini, khususnya di bulan yang penuh maghfirah ini diharapkan dapat menciptakan suasana kondusif yang tenteram dan aman dalam menyikapi berbagai hal yang berkembang di masyarakat.

Adapun dua bentuk otokritik yang dipaparkan dalam al-Quranul karim ;
Pertama, pola otokritik yang disampaikan oleh iblis, tatkala iblis diusir oleh Allah dari syurga, lantaran kesombongannya tidak mau sujud kepada Adam, iblis lalu mengomel dan sakit hati terhadap Adam dan keturunannya.

Sehingga berbagai hal dan cara dilakukan iblis untuk mengeruhkan suasana diseluruh aspek dan dimensi kehidupan, baik secara sembunyi-sembunyi, terang-terangan maupun terorganisir serta kalau perlu menghalalkan segala cara (QS.7 :16-18).

Otokritik seperti ini memang sangat ampuh untuk mengadu domba dalam kehidupan perorangan maupun masyarakat, lebih-lebih mendekatnya suasana pemilihan wakil-wakil rakyat yang katanya dipilih langsung? Tanpa iming-iming? Dan katanya lagi dengan bebasnya orang membuat estimasi tentang kekuatan tanpa memperhitungkan suasana dan kondisi yang sebenarnya.

Ada yang membentuk LSM dan menggalang berbagai kekuatan, katanya sebagai refleksi dari kesosialannya, tapi sebenarnya dibalik itu ada tendensi yang ingin dicapainya.

Kedua, pola otokritik yang disampaikan oleh Nabi Adam as. Tatkala Adam dan istrinya Hawa, sama juga diusir dari syurga lantaran melanggar larangan Allah, tapi Adam dan istrinya bukan sakit hati apalagi ngedomel melainkan ia merasa malu dan segera memohon ampunan dan maghfirah-Nya. (QS.7 : 23).
Nah, otokritik seperti itu sangat diperlukan sekarang dalam rangka menyejukkan suasana yang kondusif, khususnya suasana daerah kita yang cukup dilematik dengan berbagai problematika kehidupan sebagai konstruktivitas dalam islah daerah menuju kehidupan bermasyarakat Batam yang baru.

Untuk menciptakan hal-hal demikian, khususnya kepada elit daerah ini, baik formal maupun informal harus mengadakan otokritik terhadap dosa-dosa/langkah distruktif yang dilakukan

tempo dulu antara lain: Kebijakan tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja, keuntungan tanpa moralitas, pengetahuan tanpa budi luhur, ibadah tanpa pengorbanan.

Mudah-mudahan dengan otokritik ini dapat merubah suasana yang lebih stabil dalam dinamika pembangunan daerah ini berikutnya.

Dan hindarilah orokritik yang menuju/mengkritik terhadap orang lain, apalagi memperkeruh suasana/ dengan tindakan anarkis, membuat isu-isu, fitnah dengan berbagai multi metode sebagaimana yang dilakukan iblis. Kesadaran pribadi terhadap kesalahan dan cepat kembali ke pangkal jalan, khususnya di bulan Ramadhan ini menandakan iman seseorang masih bersemi yang tentu dibenahi, disiram dan terus ditingkatkan dengan aktualitas otokritik.
(wallahu a’alam).
  1. Ramadhan Perisai Kehidupan

...”PUASA itu perisai. Apabila salah seorang kamu berpuasa, janganlah ia menuturkan kata-kata yang keji dan janganlah ia menghingar-bingarkan, jika ada seseorang yang memarahinya atau memukulnya, hendaklah ia berkata : Saya sedang berpuasa....”
(al-hadits).

Ramadhan dengan silabus utamanya Puasa, merupakan perisai terhadap diri pribadi, dalam menjadikan diri kita sebagai hamba Allah yang muttaqin.

Tidak disangkal lagi, perisai pribadi itu tidak mudah kita wujudkan, tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan.

Untuk mewujudkannya diperlukan keseimbangan antara sikap rohi dan perilaku jasadi, apabila keduanya kurang serasi dan selaras, akan tercemar kadar kualitas puasa kita.

Kita ambil contoh larangan marah pada bulan Ramadhan. Apakah berarti selama Ramadhan seorang ayah dilarang memarahi anaknya yang malas shalat ? Juga apakah seorang pimpinan tidak menegur stafnya yang melakukan kesalahan kedinasan ? Bahkan apakah polisi tidak boleh menjatuhkan tilang kepada pengemudi yang terbukti melanggar disiplin berlalu lintas, sehingga pelaksanaannya ditunda sesudah lebaran ?

Kesemuanya itu patut dicermati dan untuk mengkajinya perlu menggunakan tolok ukur objektif dan proporsional. Dan yang paling mendasar adalah apakah tindakan dimaksud (marah) dilandasi dorongan positif atau sebaliknya. Bila dilandasi dorongan negatif, akan luntur esensi pokok puasa yaitu pengendalian diri.

Namun di sisi lain, sungguh terpuji bila di bulan penuh keberkahan ini masing-masing berupaya bertindak disiplin, jujur dan ikhlas serta pandai membawa diri, dalam lingkup ”hablum minannas wahablum minallah”.

Selanjutnya Rasul saw menegaskan : ”Puasa itu menjadi perisai seseorang, selama ia tidak merusaknya dengan dusta dan ghibah (umpatan), HR.Thabrani.
Mengumpat, menggunjing atau menyebut aib orang lain di belakang punggung dengan maksud menodainya, termasuk unsur-unsur yang dapat dikategorikan sebagai ghibah.

Untuk itulah Rasul saw berwasiat : ”jauhilah olehmu ghibah, karena ghibah itu lebih jahat daripada zina.

Seseorang yang berzina jika ia bertobat akan diampuni Allah sedangkan ghibah tidak akan diampuni oleh Allah kecuali setelah dimaafkan oleh orang yang telah menggunjingkan keburukannya” (HR.Dailami).

Puasa Ramadhan merupakan perjalanan jasadi dan rohi seorang hamba menuju keridhaan Tuhannya, untuk mencapai derajat kualitas  tertinggi yaitu muttaqien’.
(QS.al-Baqarah/2:183).

Perjalanan yang sarat dengan nilai-nilai surgawi ini tidak ringan, sehingga kata Nabi saw ”banyak diantara kita yang berpuasa tapi hasilnya hanya lapar dan dahaga semata” (HR.Ibnu Huzaimah).

Mengingat puasa Ramadhan merupakan amanat antara Khaliq dan makhluk-Nya, mari kita menyemarakkannya dengan  ini supaya pengendalian nafsu dan penyucian diri.

Rasul saw bersabda : ”Puasa adalah rahasia yang tak dapat diketahui kecuali oleh Allah semata, karena pahalanya amatlah agung. Semua amal anak Adam (pahalanya) baginya, kecuali puasa. Puasa khusus untuk-Ku (kata Allah) dan Aku-lah yang akan membalasnya.

Karena itu di bulan yang suci ini, mari kita bersihkan daki-daki kehidupan dan membentenginya dengan melaksanakan amaliah ibadah Ramadhan. Semoga ini menjadi perisai kehidupan, amin.
(wallahu a’lam).
  1. Ramadhan Dalam Manajemen Ihsan
...”BARANG SIAPA berpuasa di Bulan Ramadhan dan mengetahui segala batas-batasnya serta memelihara diri dari segala yang baik (manajemen ihsan) diri daripadanya, niscaya puasanya itu menutupi dosanya yang telah lalu”...
(HR.Ahmad & Baihaqi).
Ramadhan dengan segala fadhilahnya yang sarat dengan hikmah mengandung berbagai nuansa kelebihan sebagai kemurahan yang Maha Rahman terhadap insan pilihan.

Dalam salah satu haditsnya, Imam Mukhtari meriwayatkan saat Rasul saw mengutus Muaz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari ke Yaman, beliau berpesan kepada keduanya untuk berlaku baik-baik dan mempermudah setiap urusan kepada rakyat. Sabda beliau, ”permudahlah jangan dipersulit, berikan kabar gembira dan jangan menakut-nakuti!”

Menyimak pesan dari Kepala Negara Islam pertama di dunia ini, sungguh kita akan mendapatinya sebagai pesan pertama bagi para

birokrat untuk mempermudah berbagai urusan negara dan tidak membebani masyarakat.

Dalam bulan Ramadhan ini, selain menjamin tegaknya ketakwaan, pemmpin dan para pejabat adalah pihak yang harus melayani keperluan masyarakat dengan cara yang mudah.

Ibaratnya, mereka adalah pengembala yang harus menjaga hewan ternak majikan mereka dari gangguan hujan dan terik mentari serta terkaman serigala, sekaligus bertanggung jawab untuk memberikan makanan sebaik-baiknya.

Seorang pemimpin adalah pengembala dan dia adalah penanggung jawab atas apa yang digembalakannya. Demikian sabda Nabi saw. Dalam sebuah negara, rakyatlah yang menjadi ”gembalaan” para pemimpin, sedangkan Allah swt adalah ”majikan” mereka. Maka setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah swt.

Maka, janganlah melukai dan merampas hak rakyat, mempersulit dan menakut-nakuti, itu sudah termasuk yang diharamkan oleh Allah swt.

Demikian untuk melaksanakan pesan Rasul saw tersebut, selain menjadikan takwa sebagai acuan kebijakan, ramadhan dengan ibadah puasanya, memenej kita untuk berlaku ihsan pada setiap lini kehidupan.

Rasul saw bersabda ;
”Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan (ihsan) atas segala sesuatu, menurut Syiekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Nizdamul Hukmi fil islam, kunci dalam setiap manajemen adalah ”ihsan” dan itulah yang dibawa oleh Ramadhan untuk membimbing setiap insan pilihan ”al-muttaqien”. Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah manajemen masuk ke dalam kategori ihsan ? Pertama, sederhana dalam aturan agar tercipta kemudahan, sebaliknya aturan yang rumit hanya akan menimbulkan permasalahan.

Kedua, kecepatan dalam pelaksanaan sehingga memudahkan orang yang membutuhkan, ketiga, ditangani oleh orang yang profesional. Bila semua kriteria tersebut dipenuhi, insyah Allah, setiap permasalahan yang terjadi di tengah-

tengah masyarakat akan dapat diselesaikan dengan mudah, cepat dan tepat karena ditangani oleh orang-orang yang profesional.

Ironisnya, tiga kriteria ini justru yang tidak kita temui pada aturan birokrasi di negeri ini, malah demikian rumit, berbelit-belit dan lamban melayani kebutuhan publik bahkan menimbulkan peluang terjadinya penyimpangan kekuasaan dan kekayaan. Padahal di sisi lain banyak kebutuhan dan hak-hak masyarakat yang tidak ditangani oleh birokrat dengan baik.

Permasalahan ini yang hendak dimenej Ramadhan dengan berulang kali memberikan fadhilat dan intensif yang terkandung di dalamnya agar prinsip manajemen ihsan itu dapat dilaksanakan oleh setiap insan. Semoga. (wallahu a’lam).

10.      Ramadhan Tawadzun Kehidupan

...”YA ALLAH Tuhan Kami, berikanlah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagian di akhirat serta hindarkanlah kami dari api neraka”...
(QS.2 : 201).

Ramadhan datang setiap tahun memberikan sapaan dengan seberkas silabus amaliah untuk penyeimbang (tawadzun) kehidupan insan rutinitas amaliah kita kepada-Nya.

Hidup kita terasa indah karena adanya keseimbangan atau dalam bahasa al-Qu’ran sering disebut ”azwaja” (berpasang-pasangan).

Ada terang, ada gelap, ada syurga, ada neraka, ada laki ada perempuan, ada iblis dan ada malaikat. Semua ini merupakan sarana belajar yang tepat bagi kita sebagai makhluk yang dikarunia akal.

Bukankah salah satu fungsi akal adalah ”membaca”(iqra’).

Bukankah dengan keseimbangan ini setiap makhluk di muka bumi ini dapat bertahan hidup, tak terkecuali manusia.

Allah berfirman; ”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran/qadar” (QS. 54 : 49).

Ada keluhan diantara kita, kedatangan Ramadhan seolah-olah menghambat ruang lingkup dan aktivitas geraknya, padahal  semestinya kita harus bersyukur, lantaran kita 11 bulan diberikan kebebasan mengisi ”kampung tengah” kita dengan leluasa, maka sekarang giliran ”rohi” kita mengisi ”kampung tengahnya” dengan menu puasa.

Tapi nilai-nilai seperti ini, belum bisa menjadikan kita ”tawadzun”/seimbang dalam menyikapi kebutuhan kehidupan kita.

Manusia memiliki struktur keseimbangan antara pikiran dan perasaan. Kedua hal ini menjadikan kita sebagai manusia begitu sempurna.

Namun tak jarang dalam tingkah laku ada salah satu yang jadi lebih dominan.
Padahal hidup membutuhkan keselarasan dan keseimbangan, antara kehidupan yang diisi dengan ibadah ”mahdhah” dan rutinitas keduniawian.

Demikian silabus yang dibawa Ramadhan menjadikan pribadi kita, untuk tawadzun dalam menyikapi setiap dimensi aktivitas kita dan itu memang dibutuhkan kita selama kita mengarungi kehidupan ini.

Suatu ketika, tiga orang pria bertanya kepada Aisyah, ra isteri Rasul saw tentang ibadah-ibadah yang dilakukan oleh Rasul saw.
Setelah diberi penjelasan oleh Aisyah, ketiga lelaki tersebut heran dan merasa diri mereka sedikit sekali ibadahnya. Padahal Rasul saw telah diampuni dosanya yang terdahulu maupun yang akan datang (ma’shum).

Lelaki pertama lalu berkata, saya akan shalat terus-menerus dan tidak akan tidur. Lelaki yang keduapun mengatakan, saya akan berpuasa terus-menerus dan tidak akan berbuka.

Sedangkan lelaki yang ketiga berkata, saya akan beribadah terus-menerus dan tidak akan menikah.

Perkataan ketiga lelaki tersebut terdengar oleh Rasul saw, beliau pun berkata; ...”kalian telah berkata begini, begitu, ingatlah ! Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang dekat kepada  Allah, tapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan juga tidur dan aku juga menikah.
Siapa yang membenci sunnahku, ia bukan termasuk golonganku”... (HR.Bukhari).

Dalam menjalankan keseimbangan ini mutlak diperlukan dan untuk menuju ke arah itu diperlukan suasana baru  dengan amaliah Ramadhan ( as-Shiyam ) setiap tahun mengunjungi kita, menegur dan menyapa dengan belaian yang lembut sekaligus menginformasikan masa depan yang hakiki.
Bagaimana sikap kita dalam menerima itu semua ? (wallahu a’lam).

11.      Ramadhan Ujian Kesabaran

...”Hal orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkan kesabaranmu itu dan tetaplah siaga serta bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” ... (QS. 3 : 200).

Ramadhan datang lagi, mengajak kita untuk bersama – sama mencari nilai-nilai takwa, sebagai ujian, renungan sekaligus cabaran terhadap kita yang mengaku beriman kepada-Nya.

Sindiran ayat tersebut di atas melahirkan semangat baru dalam menghadapi berbagai krisis kehidupan, dalam bahasa lain ” multi krisis dan ini pernah dialami oleh Rasul saw beserta para sahabatnya yang pernah di dera teror orang-orang kafir Quraisy.

Maka untuk melatih semua itu, Ramadhan memberikan kurikulum dengan muatan lokalnya yang spesifik yakni puasa dengan kunci utamanya ” harus bersabar”.

Sabar itu sendiri mempunyai tiga dimensi. Pertama, sabar menghadapi musibah. Pada hakikatnya manusia lebih-lebih lagi mereka yang mengaku beriman kepada Allah pasti diuji yang salah satu ujian itu adalah menentukan kadar dan kualitas keimanannya (QS.29 : 2).

Ujian tersebut ada kalanya berupa kenikmatan, misalnya harta yang berlimpah, wajah cantik dan pangkat dan ada kalanya ujian itu berupa musibah (QS. 21 : 35) misalnya ketakutan, kelaparan, kekurangan pangan (peceklik), berkurang harta. Bagi orang yang sabar musibah bukanlah akhir dari segalanya.

Ujian itu justru akan membuat ia semakin tegar dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan yang semakin berat.

Orang yang sabar juga cenderung tidak menyalahkan orang lain, apalagi melakukan tindakan destruktif yang justru makin memperparah keadaan.

Sebaliknya justru merupakan media untuk melakukan instropeksi diri, meneliti dan mengkaji berbagai kekurangan, kelemahan dan kesalahan untuk selanjutnya melakukan perbaikan (reformasi).

Dimensi kedua, sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.

Sikap orang dalam menyikapi perintah Allah bermacam-macam. Ada yang menganggapnya sebagai ” kebutuhan”. Taat kepada Allah bagi orang yang tertentu dianggap memberatkan akan tetapi bagi orang lain justru menyenangkan. Untuk golongan terakhir ini, mereka menilai pada hakikatnya setiap perintah Allah akan selalu berdampak positif bagi dirinya, baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.

Misalnya shalat yang merupakan media komunikasi antara seorang hamba  dan Tuhannya akan mampu mendatangkan keterangan dan ketentraman jiwa. (QS. 13 ; 28).

Padahal ketenangan dan ketentraman jiwa merupakan kebutuhan setiap manusia. Dengan demikian, maka shalat sesungguhnya merupakan kebutuhan manusia dan demikian juga puasa.

Ketiga, sabar dalam menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Pelanggaran (maksiat) kepada Allah pada hakikatnya adalah bentuk penganiayaan kepada diri sendiri, karena apa yang dilarang oleh Allah pada hakikatnya adalah mendatangkan mudharat (bahaya) seperti obat-obatan, korupsi dan  sejenisnya.
Di saat keadaan seperti sekarang, khususnya di bulan Ramadhan ini kesabaran untuk tidak melakukan maksiat adalah suatu kemuliaan berharga. Kata orang bijak, ”Kepuasan sejati bukanlah menuruti kehendak hawa nafsu tanpa batas, tapi kepuasan sejati adalah keberhasilan menahan diri untuk tak mengikuti hawa nafsu”.

Inilah salah satu hikmah kedatangan bulan Ramadhan ini, ayo mari kita berpuasa dengan baik dan benar sesuai dengan aturan dan tuntutan al-Khaliqul ’Alam agar kita dapat menikmati suatu kehidupan yang kita idam-idamkan, semoga !
 (Wallahu a’alam).

12.      Puasa Dalam Instropeksi Diri

”ADAKANLAH instropeksi diri, sebelum kamu diintropeksi oleh orang lain”....
.(Umar Ibnul Khatthab).

Begitu banyaknya hikmah puasa di bulan Ramadhan, sehingga Rasul saw lewat cerita Ibnu Abbas, bersabda, ”kalau saja umatku tahu kandungan bulan Ramadhan, tentu mereka akan mengharap bulan itu berlangsung satu tahun penuh”.

Namun sayangnya, masih banyak kesenjangan antara hikmah yang diketahui dan kenyataan yang kita lihat. Sebagai misal, masih banyak terlihat orang berpuasa yang kesehatannya justru semakin melemah.
Produktivitasnya menurun, etos kerjanya rusak dan jiwa sosialnya semakin tidak peka.

Realitas itu sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Sebab sejak awal Rasul saw telah mengingatkan ; ”Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tak mendapat sedikitpun hikmah dari puasanya kecuali lapar dan haus. ”

Dan betapa banyak orang yang shalat di malam hari tapi tak mendapat apapun kecuali hanya sekedar bangun malam” (HR.ad-Darami).

Karena itu, kini sudah waktunya kita melakukan instropeksi untuk mencari sebab kegagalan puasa kita. Kalau ketika berpuasa, hati semakin mati, tak mampu melihat penderitaan saudara-saudara kita, sehingga solidaritas menurun, barangkali karena puasa kita tidak di dasarkan pada perenungan dasar yang optimistik (ihtisaban) terhadap janji Allah. Atau mungkin kita berpuasa sekedar mengikuti tradisi. Kalau benar demikian, maka kita tidak termasuk orang berpuasa atas dasar ”imanan”, penuh keyakinan dan kepercayaan kepada Allah.

Atau kita berasumsi, bahwa puasa kita akan sah hanya bila mampu menahan diri dari makan, minum dan hubungan dengan suami/istri.
Padahal kita juga perlu menahan diri untuk tidak berkata dan berbuat dusta. Rasul saw bersabda, ”siapa yang tetap berkata dan berbuat dusta, maka Allah tak berkepentingan sama sekali terhadap makan dan minum yang ditinggalkan”. (HR. Bukhari, Abu Daud & Turmidzi).

Kalau lantaran puasa, kesehatan kita semakin menurun, barangkali karena kita belum menahan diri dari cara makan yang benar. Atau makanan dan minuman tidak termasuk ”thayyiban”. Baik halal dalam cara memperolehnya maupun halal menurut jenisnya. (Ibnu Majah & al-Hakim).

Kalau dengan puasa rohani tak terasa, barangkali karena kita belum mengamalkan amalan-amalan yang sangat dianjurkan dalam bulan Ramadhan, antara lain ibadah mahdhah shalat malam, tadarus, istighfar, dzikir, baca shalawat dll.

Atau ibadah sosial, seperti banyak membantu fakir miskin, suka berinfak dan bersedekah. Atau ibadah pengembangan diri, suka bertadabbur, berpikir, belajar dan senang terhadap majelis taklim dan lain sejenisnya.

Kalau kesemuanya sudah dikerjakan, selanjutnya kita serahkan kepada Allah swt.
(wallahu a’alam).

13.      Ramadhan Hindari Permusuhan

...”hai orang-orang yang beriman, hindarilah prasangka karena sebagian prasangka itu dosa, janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan pula sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? pasti kamu akan jijik, bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu maha penerima taubat lagi maha penyayang”...(QS.44 _ 12).

Agenda sosial Ramadhan menuntut segala kemampuan moral dan intelektual yang tinggi dalam kehidupan kita dewasa ini adalah menyelenggarakan hubungan sosial yang harmonis dan terhindar dari permusuhan. Apalagi dalam suasana Ramadhan ini, kita perlu membina dan menempa iman kita dalam mewujudkan aplikasi takwa kita kepada-Nya.

Ada tiga yang perlu kita perhatikan yaitu;
Pertama, su-udzdzan (buruk sangkal) yaitu suatu sifat yang senang menghembuskan angin-angin prasangka kepada orang lain dengan penilaian tertentu yang cenderung kepada negatif/buruk.

Rasul saw mengingatkan ; ”hindarilah prasangka karena prasangka itu berita yang paling dusta”.. .(HR.Bukhari Muslim).

Dan bahkan dari pada itu akan melahirkan sikap ananiyah (egoisme) yang berakibat bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk khayalak dan merugikan semua atau dalam  bahasa lain ”kurang kerjaan”.

Maka kalau sudah demikian akan melahirkan sikap yang kedua yaitu ”tajassus” (mendiskreditkan orang lain).

Sifat  ini tidak lagi sekedar prasangka melainkan sifat mencari-cari cacat orang lain dan kelemahan orang lain, mencoba membuka aib orang lain atau dalam bahasa lain membentang benang merah tapi juga ikut mementalnya, hingga kusut tak tentu arah.

Apabila sudah demikian akan melahirkan penyakit yang ketiga yaitu ”ghibah” (mengunjing).

Rasul saw menjelaskan tentang ”ghibah” itu sebagai penggunjingan yang membuat orang lain terganggu. (HR. Muslim).

Jadi bentuk ghibah itu tidak hanya prasangka (suudzdzan) atau mencari-cari kesalahan (tajassus) melainkan telah membuka siaran baru dengan frekwensi gelombang hasut dengan kebencian, sehingga Allah mengumpamakan tukang ”ghibah” itu seorang kanibalis yang memakan daging saudaranya yang telah mati (QS. 49 : 12). Oleh sebab itu Ramadhan datang, memberikan ”refreshing mental” terhadap sifat  dan sikap negatif yang membuahkan permusuhan, hindari sesuatu yang tidak baik apalagi dosa, demikian sapaan Ramadhan kepada kita semua. Ia ingin menanamkan nilai-nilai  ”muakh-khah” / persaudaraan sebagai refleksi keimanan kita. Ayo kita bangun paradigma  baru kehidupan kita, dengan sungguh-sungguh melaksanakan amaliah Ramadhan, hindari permusuhan dan persengketaan diantara kita, dengan konsep Rasul saw ” INNI SHA-IM” (saya sedang puasa bung) !.

Dengan demikian insya Alah akan tercipta rasa aman,  kondusif dan menyenangkan diantara kita, semoga (wallahu a’lam).

14.Nuzulul Qur’an
Membuka Tabir Kehidupan

...” Sesungguhnya Allah akan selalu mengangkat derajat dan tingkat kehidupan beberapa kaum yang berpegang teguh kepada al-Qur’an dan selalu merendahkan kaum-kaum  yang mengabaikan al-Qur’an” ...(HR.Muslim).

Ramadhan syahrun adzim, bulan yang agung  sebab al-Quran di turunkan pada bulan ini, menurut pendapat sebahagian besar ahli, tepat pada tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus 610 M.

Diturunkan al-Qur’an memberikan gambaran, tuntutan, dan sekaligus tuntunan untuk dilaksanakan sebagai pedoman, pembeda antara hak dan  bathil (al-furqan) dalam mengarungi kehidupan ini.

Al-Qur’an merupakan kitab yang tidak asing bagi kita, bahkan tidak asing bagi seluruh umat  manusia.
Kalaupun belum dapat membaca sendiri, tapi mendengar orang yang membaca ayat-ayat Al-Qur’an, insya Allah sudah.



Walaupun belum benar memahami artinya, tapi mendengar orang yang menafsirkannya, insya Allah sudah. Dan bahkan mungkin sudah membaca arti dan tafsir melalui berbagai media yang pada zaman modern ini, pendek kata tiada seorangpun diantara kita yang benar-benar asing terhadap al-Qur’an.

Tapi pernahkah kita memperhatikannya dengan sungguh segala yang tercantum dan tersebut dalam al-Qur’an ? setidak-tidaknya merenungkan arti, posisi dan fungsi al-Quran bagi hidup kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota dari keluarga umat manusia?

Allah berfirman ; ...” apakah mereka memperhatiknan al-Qur’an ? apabila al-Qur’an itu tidak dari Tuhan, tentu mereka dapati banyak yang bertentangan di dalamnya ...(QS. An-nisa : 82)

Gambaran masyarakat jahilliyah, benar-benar cukup menyeramkan, menyesatkan dan menjadikan hutan rimba menjadi tatanan yang merupakan ”law, game and way of life” mereka, hingga mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.


Maka al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk hidup, membuka tabir kehidupan dengan nuansa ”nur” yang komprehensif mengadakan perbaikan-perbaikan dalam seluruh linii kehidupan manusia.
Sejarah mencatat sekurang-kurangnya 7 abad lamanya kaum muslim dengan al-Qur’annya sebagai super power. Dunia Islam dengan al-Qur’an pernah menjadi pusat sains dan peradaban dunia.

Lalu bagaimana dengan sikap mental serta komitmen mereka terhadap al-Qur’an demikian menjiwai setiap derajat kehidupan mereka. Said Quthub dalam bukunya” memaparkan sikap mental dan komitmen kaum muslim saat itu terhadap al-Qur’an, sehingga mereka demikian gemilang memutar roda revolusi pada seluruh asfek kehidupan.

Said Quthub menjelaskan jadi al-Qur’anlah satu-satunya pembuka tabir sumber tempat pengambilan mereka, standart yang menjadi ukuran mereka dan tempat dasar mereka berpikir.

Sebab al-Qur’an kalau kita baca terus menerus dan teratur serta mendalam artinya akan menjadi ;
  1. ”hudan”, petunjuk untuk meniti di kegelapan malam, pembersih debu di kalbu, penyejuk yang selalu memancarkan nilai arti kehidupan.
  2. ”al-furqan”, pembeda, antara nilai kebenaran dan kebathilan, pembeda mukmin dan kufur, pembeda antara yang berpengetahuan dan tidak, pembeda antara kamus kebiasaan dan kamus kehidupan. Itulah arti al-furqan yang tersirat penuh dalam al-qur’an.

Maka dengan nuzulul Qur’an yang Allah turunkan di bulan Ramadhan, membuka tabir sebagai petunjuk mempertinggi mutu hidup dan kehidupan dalam menyikapi tabir makna kehidupan hakiki di masa yang akan datang, semoga. (wallahu a’lam).

15. Puasa dan Budaya Malu
” Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah sekehendakmu” .... (HR.Bukhari).

Orang yang berpuasa adalah mereka yang mencoba untuk menggapai cita nilai ’takwa ”,
(al-muttaqien).

Puasa dengan berbagai fadhilatnya menjadikan kita insan pilihan untuk itu kita perlu membudayakan malu, terhadap nilai-nilai distruktif, mungkarat dan nilai-nilai negatif lainnya.

Jangan seperti yang disindirkan Hadits tersebut di atas. Oleh sebab itu kita belajar dimulai dari keluarga kecil kita.

Sebagai seorang ayah, malu terhadap anak dan istri apabila ia berbuat yang tidak senonoh kepada keluarganya. Seorang ibu, malu terhadap suami dan istrinya, apabila semakin hari menjadi tua – tua keladi . Seorang anak, malu terhadap ayah dan ibunya apabila ia tidak berbakti kepadanya.

Sebagai seorang pemimpin partai politik akan malu terhadap publik apabila yang ia ucapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Seorang Publik akan malu terhadap partainya, apabila yang ia lakukan arogan dan kebrutalan.

Sebagai seorang developer seharusnya malu, apabila bangunan yang ia bangun tidak sesuai dengan aqad-perjanjian. Para pemimpin Bank seharusnya malu, apabila tidak bisa memberikan pelayanan (service) yang baik kepada nasabahnya.

Para remaja putri seharusnya malu berpakaian mini dengan aurat yang terbuka, apalagi tante-tante ! sampai kepada kepala daerah yang elit ini, seharusnya malu apabila masih bersemi benih KKN dan tidak abdi masyarakat  sebagaimana mestinya dan seterusnya, malu-malu dan malu !.
Sifat malu yang disebutkan di atas, merupakan dari iman yang digembleng secara komprehensif oleh Ramadhan dengan silabus utamanya berpuasa  diidentifikasikan sebagai salah satu kekuatan moral yang membentengi manusia dari berbagai keburukan dan kejahatan.

Oleh sebab itu Allah mengancam orang yang tidak mempunyai rasa malu dalam melakukan apa
saja yang ia kehendaki dengan resiko ditanggung sendiri.

Ungkapan seperti ini di nyatakan al-Qur’an dengan firmannya : ” Berbuatlah apa yang engkau kehendaki, sesungguhnya Dia maha melihat dari apa yang kamu kerjakan”...
(QS. 41 : 40).

Tingkat dan kualitas rasa malu kepada Allah ini, menurut Ibnu Qayyim, amat bergantung pada tingkat-tingkat dan kualitas pengetahuan (’ilm) dan pengenalan (ma’rifah) orang yang bersangkutan kepada Allah itu sendiri. Bila seorang mengetahui dan menyadari bahwa Allah swt selalu mengawasinya setiap saat (QS. 4 : 1), maka pastilah ia merasa malu berbuat dosa dan durhaka kepada-Nya.
Dari penjelasan di atas dapat kita pahami sifat malu itu merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas moral dan kualitas ibadah bagi seseorang. Berbagai perbuatan dosa dan tindakan kejahatan yang semakin marak belakang ini, terjadi antara lain karena hilangannya atau menipisnya rasa malu itu.


Sebagai seorang muslim, kita harus berusaha menumbuhkan dan membudayakan  rasa malu itu, sebab malu itu, kata Nabi saw ’” tidak datang kepada seseorang kecuali membawa kebaikan dan kemasalahatan baginya.” Untuk itu dalam menghadapi ”kesajadan” yang sangat kompetitif ini, hanya ada pada diri kita sendiri, khususnya dalam mengaktualisasikan budaya kerja dan budaya malu yang di ”up grade” lewat terpaan puasa di bulan yang penuh berkah ini.

Oleh sebab itu mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing ; ” masih adakah rasa malu di hati kita ? ataukah rasa malu telah terhimpit oleh hingar-bingar keserakahan nafsu duniawi yang fana ? ataukah dan ataukah !
(wallahu a’lam).

16. Ramadhan & Totalitas Islam

...” Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara kaffah (totalitas)”...

Ramdhan datang membawa sebuah konsep Ilahiyah ingin mewujudkan manusia serasi hidupnya, duniawi dan Ukhrawi.

Dan tidak membatasi hanya semata-mata mensucikan kehidupan moral manusia dalam arti sempit, tapi dalam ruang lingkup dan sistem kehidupan manusia secara keseluruhan. Ramadhan ingin melihat kita, apakah  kita       ini
”nishfu muslimin” atau nishfu kafirin (setengah-setengah), baik setengah muslim atau setengah kafir.

Oleh sebab itu kita coba bukan saja secara pisikal tapi juga lebih banyak bersifat mentalitas sebagai orang yang mengaku beriman.

Maka dalam suasana seperti ini, kebanyakan dari kita memiliki sifat ’nishfu ” (setengah-setengah), maka terjadilah sosok pribadi mendua.

Kita belum berani menyatakan kehidupan kita untuk menjadi Islam ” way of life”, game of life dan view of life” menjadikan sebagai sikap, peraturan dan pandangan hidup yang kaffah, mulai syahadat-shalat-zakat-puasa dan haji sebagai ”mental building” kehidupan kita.

Kita biasanya  mengambil mana yang suka dan kita senangi, syahadat oke, shalat boleh, tapi kalau puasa macam-macam dalih untuk mendapat legalitas supaya dibenarkan tidak berpuasa, walaupun semua itu ada, ” rukshah”/keringanan.

Maka di harapkan kepada kita / warga masyarakat, untuk dapat melaksanakan kegiatan Ramadhan ini semaksimal mungkin sehingga mendapat nilai yang maksimal pula. Demikian juga pada para elit pemimpin negeri ini dapat memberikan warna terhadap kehidupan yang ” religious belief and political action” terhadap power/kekuasaan yang dimiliki. Jangan agama jadi ” lip’s service” yang tidak konsisten.

Jadi untuk menciptakan ”Ramadhanisasi” dalam instrumen ” Islamisasi” diperlukan perjuangan dan pembaharuan yang istiqamah terhadap ;
a.Jaddidu niyatakum  (reformasi niatmu) ;


Niat, memang memegang peranan penting dalam setiap aktivitas kita, pantaslah Rasul saw mengingatkan kita bahwa setiap perbuatan / aktivitas yang kita lakukan mempunyai imbas sesuai dengan niatnya.

Oleh sebab itu kita kepada para ikhwan elit politik negeri ini, berpuasalah ! silakan anda membawa bendera masing-masing, tapi tanamkan niat dengan bendera anda berlayar ”fillah” dalam lautan ” izzul Islam wal muslimin”.

b. Jaddidu aqwalakum (reformasi komunikasimu)

 Maka jangan kita berbeda perkataan dengan perbuatan, jangan saling menghujat, su-udz-dzan, jangan membikin isu dan fitnah sehingga menjadikan puasa kita menjadi amblas dan rusak berkeping-keping.

Nabi saw mengingatkan ; ” banyak orang yang berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan puasa tak bernilai apa-apa”.

Oleh sebab itu biasakanlah ; ” qaulan ma’rufaa” (bahasa yang ma’ruf),  ”qaulan sadidaa” ( berbahasa yang benar) ” qaulan layyinaa”


(berbahasa yang jelas), maka insya Allah kita menjadi ” sha-imin fa-izin”  insya Allah.

c. Jaddidu af’ alakum (reformasi perbuatanmu) ;

Dan ini yang penting kita tidak bersikap aplikatif arogan / destruktif. Maka dengan berpuasa kita akan memiliki sikap ”mahmudah” dalam aktivitas menuju ” sa’adah” insya Allah.

Dengan mengamalkan ” Ramadhanisasi” sebagai sistem kehidupan kita ”Islamy” akan terwujud pribadi yang kaffah menuju sa’adah/ happy akhirat insya Allah, amin  !
(wallahu a’lam).

17. Puasa Mengetuk Pintu Tawakkal

...” Bertawakkallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai pemelihara”....(QS. 33 : 3)

Kedatangan Ramadhan sebagai tamu yang kita nantikan, bukan saja sebagai latihan pisikal tapi juga mental-spritual, dia ketuk pintu-pintu tawakal antara lain;

(1). Masyi’ah (berkemauan keras) ; Ramadhan memberikan gemblengan agar kita istiqamah dan mempunyai kemauan yang keras dalam melaksanakan latihan yang diberikan Ramadhan, mulai dari ibadah puasa, latihan tadarus, qiyamullail dan berbuat ma’ruf lainnya yang sangat dianjurkan oleh Ramadhan.

(2). Ikhtiary (berikhtiar) adalah ” suatu metode dalam melakukan suatu perbaikan antara lain :

Merubah suatu visi lama kepada suatu paradigma baru yang bermakna kita harus berani mengubah suatu sikap lama / mungkarat dan dosa kepada suatu hal yang bernilai kebajikan.

Mengadakan suatu perubahan dengan sistem nilai yang diajarkan Ramadhan kepada kita.

(3). Doa (bermunajat). Suatu pemungkas orang yang beriman, sebagai salah satu kunci dalam mengharap nilai akhir yang kita harapkan. Allah mengingatkan kepada kita : ... ” Berdoalah kepada -Ku niscaya aku kabulkan”...
 (QS. 40 : 60).

Kalau ketiga hal tersebut dapat kita laksanakan dengan baik, maka Ramadhan memberikan bimbingan kepada kita agar : ’star principle ’yakni orientasi hanya kepada sang Khaliq.
’Angel principle’ yaitu harus loyalitas, tanpa pamrih setiap amaliah kecuali mengharap mardhatillah.
’Leadership principle’ bahwa kita harus meneladani kepemimpinan Rasul saw yang amat sederhana dan luar biasa.
’Learning principle’ yakni manusia pembelajar  yang berpedoman pada al-Qur’an dan sunah.
’ Vision principle’ bahwa visi jauh ke depan (dunia-akhirat).


’Well organized principle’ yaitu bersinergi dan maksimal segala peran, siap dan ikhlas menghadapi tantangan.

Inilah ’mental building’ yang selalu di up grade Ramadhan kepada setiap insan dalam mengetuk pintu-pintu tawakkal kalbu manusia agar mereka dapat melaksanakan ” mission statement” misi kehidupan dengan menciptakan suatu ” character building” membangun karakter dan mampu menciptakan ” self controlling” mengendalikan diri sendiri dalam menciptakan ”strategic callaboration” merealisasikan kolaborasi dalam   ”total action” menstransformasikan secara total dalam setiap langkah dalam kehidupan kita.

Betapa indahnya program yang dibawa Ramadhan, pantaslah bagi mereka yang mengetahui entitas Ramadhan ini di tunggu-tunggu sebagai salah satu hal yang amat   menyenangkan dalam menjalankan nilai-nilai yang penuh dengan kebajikan.

Ramadhan, ketuklah hati setiap insan,tegur dan sapalah mereka dengan belaian shiyam, maka ahlan bika Ya Ramadhan ! (wallahu a’lam).

18. Puasa Bulan Menabung Amal

” Ada dua kegembiraan (keutamaan) yang didapati oleh orang yang berpuasa yaitu pada saat berbuka dan bertemu kepada Tuhan-Nya” ... (al-Hadist).

Allah telah memerintahkan kepada kita agar dalam hidup ini, kita meraih keutamaan etika (akhlaqulkarimah) dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, sebaik yang dapat kita lakukan dan dengan kemampuan kita sendiri.

Al-Qur’an  sendiri telah mengingatkan kepada kita bagaimana meruginya orang-orang yang melakukan perbuatan tercela dan terlarang yang bertentangan dengan perintah agama.

” Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, nasehat-menasehati dengan penuh kebenaran dan kesabaran” ...(QS. Al-Ashr : 1-3).

Allah mengingatkan manusia yang merugi itu, karena Islam berpandangan bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanyalah perantara menuju kehidupan yang abadi.

Dalam pengertian bahwa hidup kita tidak hanya terbatas pada kematian, karena apa yang kita peroleh dari kehidupan yang abadi akhirat kelak, merupakan hasil dari moralitas kita yang baik dan amal saleh yang kita kerjakan di dunia selama kita hidup.

Khusus dalam bulan Ramadhan ini merupakan bulan untuk menabung amal, kita dituntut untuk meningkatkan amal saleh dan kebajikan.

Begitu suci bulan Ramadhan ini sehingga Nabii saw sendiri mengatakan ; ” Jika seseorang mengetahui bagaimana besarnya pahala puasa, ia akan menginginkan setiap bulan ini adalah Ramadhan”...

Disebut dalam bulan suci ini pahala-pahala ” nafilah” (seperti shalat sunnat dan sejenisnya) sama dengan pahala ”fardhu” di bulan-bulan lain.

Ini merupakan bukti betapa tingginya penilaian Allah terhadap amalan kita pada bulan Ramadhan ini, dengan sedikit menabung anda akan mendapat bunga (bagi hasil) yang luar biasa berlipat gandanya ditambah lagi dengan berbagai insentif lainnya.

Apalagi di bulan ini  terasa adanya kemudahan dan semangat untuk melaksanakan amal-amal kebajikan yang jauh melebihi bulan-bualai lain.
Sebabnya bahwa nafsu yang bermalas-malasan dalam mengerjakan ibadah kini dalam keadaan terpenjara oleh lapar dan dahaga.

Demikian juga setan terbelenggu, seluruh pintu neraka ditutup rapat dan pintu syurga di buka lebar-lebar.

Dalam melaksanakan amal saleh itu, tentu saja tidak terbatas pada amalan-amalan yang bersifat ritual, seperti shalat, dzikir tapi kita dituntut melakukan ibadah-ibadah yang bersifat muamalah, seperti menolong fakir- miskin dan berbagai kebajikan sosial serta perbuatan kemasyarakatan lainnya.

Bukankah tugas-tugas kebajikan ini dii nantikannya dan juga akan meningkatkan kualitas amal kita di hadapan Allah swt kelak, sehingga kita tidak menjadi orang yang merugi, semoga !
(wallahu a’lam).
19. Ramadhan Dalam Senarai Politik Umat

...” Katakanlah ! sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Pemelihara Alam Semesta” ...
 (QS. 6:162).

Melihat perkembangan dan kran politik dewasa ini, kita cukup terenyuh dengan suasana demikian berbagai pintu-pintu sosial dan krannya begitu deras meluncur bagaikan air bah yang selalu menerjang suasana dan dimensi kehidupan. Maka seolah-olah kita belajar berbicara menata asfek dan dimensi politik kita dewasa ini, kadang dengan suara bergetar dengan penuh kegugupan, mengutarakan egonya atau orang yang berbicara sudah tidak mengindahkan lagi estetika moral dan hanya menurutnya maunya  sendiri.

Dengan menghalalkan berbagai cara yang penting ” action” , apakah asbun ( baca:asal bunyi ) atau hanya unjuk gigi dan otot kekarnya belaka.





Banyak ahli sosiologi beranggapan, orang seperti ini kalau diberi kesempatan laksana memelihara anak harimau. Kalau kecil menjadi mainan tapi kalau sudah besar kita dijadikan santapan. Karena orang seperti ini selalu menatap mentari, sehingga susah melihat bayangannya sendiri.
Inilah sebahagian gambaran cuaca senarai politik umat manusia ini hiruk-pikuk dengan berbagai kegiatan mengatasnamakan umat atau masyarakat, lebih-lebih (di ” hallo Batam”), padahal banyak sekali udang dibalik bakwannya.

Golongan seperti ini kelihatannya seperti orang yang sangat disiplin, seolah-olah sangat patuh kepada konstitusi/peraturan apabila orang lain yang melakukannya, tapi apabila dia sendiri semua itu harus berlalu tanpa rintangan.

Maka pada bulan yang penuh berkah ini,  minimal bisa me-’rem kita untuk sedikit otokritik terhadap diri dan keperluan kita.

Ada intermezo dari teman-teman tatkala naik pancung (perahu) ke Belakangpadang dan ternyata perahunya bocor, maka demi tegaknya demokratisasi si tukang pancung mengadakan musyawarah dulu dengan membuka undang-undang pengasuransian hingga perahunya keburu tenggelam.

Inilah fenomena politik kita dewasa ini. Kadang di satu sisi kita tertawa geli, di sisi lain kita sedih.

Dan inilah yang sebenarnya diingatkan Ramadhan kepada kita dengan ” imanan wahtisaban” !

Banyak lagi kran-kran air demokrasi yang bocor, mengalir dan terus merembet keseluruh sektor, mulai air ekonomi, air politik, air hukum dan sampai kepada air bah, hingga kebanjiran.

Maka dengan derasnya arus reformasi yang ditandai banyak riak-riak sosial di masyarakat, sebagai pertanda bahwa arus demokrasi di tanah air kita sudah barang tentu di harapkan dapat membuka wacana baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih maju, mandiri dan sejahtera di masa  yang akan datang.

Allah telah mengingatkan kita ; ....” waltandzur nafsun ma qaddamat lighad” ... (dalam memproyeksikan pribadi terhadap masa depan) dengan berbagai aspek persiapan, mulai pengetahuan, kualitas pribadi, nuansa kepribadian yang bermuara pada keimanan.

Apalagi di Batam, otonomi daerah ini plus sebagai daerah industri yang metropolis menambah gairah teman – teman parpol dalam meraih ambisi untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat yang terhormat !.

Wakil rakyat kata Bung Chaidir (si dokter hewan) yang menjadi wakil rakyat, sungguh kasihan.

Sebab kalau anda menjadi wakil, maka anda harus menunggu dulu rakyatnya berhenti, baru anda bisa menjadi rakyat. Demikian mafhum canda beliau kemukakan di tabloit serantau (beberapa tahun yang lalu). Tentang kriteria kepemimpinan ini Rasul saw memberi sindiran satire dengan sabda beliau: ....” orang yang pantas menjadi imam ialah orang yang pandai membaca Kitabullah” ...

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim yang merupakan salah satu kriteria yang di gariskan Rasul saw untuk seorang imam (pemimpin) yang berarti seorang pemimpin harus pandai membaca (memahami dan mengamalkan) signal-signal sunnatullah.

Banyak orang bercita-cita menjadi pemimpin (wakil rakyat) ? baik di lingkugan kecil maupun besar, seperti pemimpin bangsa dan negara. Karena dengan duduk di kursi kepemimpinan, segera terbayang kekuasaan, fasilitas, kehormatan (dengan sebutan anggota dewan yang terhormat) ?

Sanjungan, pujian dan semua kenikmatan duniawi. Sehingga untuk menggapai cita-cita itu segala cara dianggap halal.

Syahdan, belasan abad kemudian, seorang tokoh tarekat al-Jazair bernama Said Muhammad  bin as-Sanusi mengembangkan zawiyahnya (sanusiyah) di Tripoli pada pertengahan abad XIX, menangkap pesan Rasul saw tentang kriteria tersebut sebagai pemimpin orang yang pasrah sepenuhnya akan kehendak Allah. Karena itu jalan suksesi versi as-Sanusi untuk ukuran sekarang menjadi sangat surelistis (religius).

Dan konon tatkala beliau ingin memilih putranya sebagai pemimpin menggantikan beliau, ada dua orang putranya untuk dipilih.
Syaratnya beliau menyuruh kedua putranya untuk memanjat pohon kurma yang cukup tinggi. lalu didaulat dengan mengucap syahadat.

Kedua putranya disuruh terjun dari atas pohon. Tapi ternyata hanya si bungsu, Sanusi al- Mahdi yang mengikuti perintah ayahnya tanpa cedera sedikitpun, sedangkan abangnya menolak.

Maka kepada putranya yang terpilih (ia tak gentar menyerahkan diri kepada Allah) dalam memegang estafet kepemimpinan ayahnya dan ternyata kepemimpinanya berkembang baik dan pesat.

Tentu saja suksesi versi as- Sanusi bila di terapkan di zaman sekarang untuk mencari pemimpin abad XXI khususnya di kota ini akan konyol karena bisa fatal akibatnya. Untuk ukuran kita, mungkin bukan terjun di pohon kurma atau kelapa yang tinggi, tapi cukup terjun ke bawah, ke tengah-tengah masyarakat, agar bisa membaca dan memenuhi aspirasi umat/ masyarakat. Sebab seperti diucapkan Rasul saw : ... ” Pemimpin yang menyulitkan (mempersulit) umatnya niscaya akan dipersulit pula oleh Allah (jalan kepemimpinannya).
wallahu a’lam.

20. Puasa dan Hak Dhuafa

...”ambillah zakat dari sebahagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu menjadi ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”...
(QS. 9 : 103).

Berbagai pengalaman dan dimensi kehidupan harian telah kita jalani dengan berbagai simpai dan ikatan / ukhuwah selama berpuasa, mulai menahan lapar, haus dan larangan lainnya, tapi juga memberikan imbas bukan saja terhadap jasmani tapi juga rohani dalam aspek perbaikan emosional kita terhadap spritual muakh-khah / persaudaraan bagi mereka yang dhuafa (miskin) maka dengan latihan berpuasa  jiwa kita digugah merasakan nuansa kehidupan mereka.

Inilah hakikat dan makna puasa sebenarnya, mengalas hak dhuafa, agar kita peduli terhadap mereka, kepedulian sebenarnya.
Maka harta yang kita punya (khususnya para aghniya = orang-orang kaya) ada hak para dhuafa.

Dalam tafsir ar-Razi secara analogis diterangkan bahwa sesungguhnya orang-orang miskin adalah tanggungan Allah.
Sedanagkan orang-orang kaya adalah bendahara-bendahara Allah, karena harta kekayaan yang ada di tangan mereka pada hakikatnya adalah milik Allah.

Karena itu sesuatu yang sangat wajar sekali jikalau Sang Pemilik (Allah) memerintahkan kepada bendahara-Nya, mengeluarkan sebahagian dari harta yang ada di almarimu untuk para tanggungan-Ku yang membutuhkan.

Substansi ajaran di atas sesuai dengan firman Allah ; ...”nafkahkanlah sebahagian dari harta yang Allah jadikan kamu sebagai pengurusnya”...
(QS. 57 : 7).

Terang sekali bahwa pemilik mutlak harta bukan manusia, melainkan Allah swt. Manusia dalam hal ini tidak lebih dari sekadar pengurus harta itu. Manusia (aghniya) adalah bendahara Allah.

Seorang bendahara yang baik tidak akan pernah membelanjakan harta yang dipegangnya kecuali menurut ketentuan atau perintah dari pemiliknya.
Dan seluruh ketentuan yang terkait dengan harta itu pasti diketahui oleh semua pemiliknya.

...”pada harta-harta mereka (para bendaharawan Allah) ada hak (ketentuan) bagi orang miskin yang tidak mendapat bagian (tidak meminta)”... QS. 51 : 19
Dari sini zakat (mal dan fithrah) dipandang sebagai salah satu ”haqqun ma’lum” atau hak-hak yang telah ditentukan, hak bagi kaum dhuafa yang telah ditentukan Allah.
Puasa membuka isyarat ke arah itu agar kita menjadi insan yang mengerti makna dan tujuan.
Ma’assalamah Ramadhan ! Selamat tinggal Ramadhan moga kita bertemu lagi di tahun hadapan ! Wawasanmu, fadhilatmu, insentifmu dengan lailatulqadrmu sangat dirindu !
(wallahu a’lam).

H.M.E. Asmawi
Pada Ramadhan 1427 H yang lalu  meluncurkan buku   Ayo, Buruan  Puasa,  Biar Hidup Lebih
Bermakna, maka menyongsong kedatangan
Ramadhan 1428 H ini sebagai rasa gem-
bira menerbitkan kembali buku
“Ramadhan  be a Good-
Personality”
sebuah
kupasan yang
membangun tentang
character building kita
dalam mengoptimalkan emotional
spiritual hingga kita menjadi a good
personality/pribadi prima lewat gemblengan
puasa dan ada lagi bonus yang mesti kita kejar
yakni LAILATUL QADR, khairun min alfi sahr
bonus seribu bulan, sebagai hamba pilihan
MARHABAN  YA  RAMADHAN  !
kami selalu merindukan

Sumber : http://effendyalhajj.blogspot.com/